ABSTRAK
Kegiatan membaca mempunyai peranan sosial yang amat penting dalam kehidupan manusia. Membaca amat penting dalam kehidupan karena merupakan alat komunikasi yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat berbudaya. Bahan bacaan yang dihasilkan dalam setiap kurun zaman dalam sejarah sebagian besar dipengaruhi oleh latar belakang sosial tempatnya berkembang itu. Sepanjang sejarah, kegiatan membaca membuahkan daya pemersatu yang ampuh dan mampu pula bertindak sebagai suatu daya pemecah belah yang cenderung mempertajam perbedaan antar kelompok.
Mengingat pentingnya kegiatan membaca dalam kehidupan manusia sepanjang masa, khususnya para guru menyadarinya sejak dini. Hal ini logis karena kualitas minat baca para siswa turut pula menentukan taraf kemajuan bangsa dan negara, sehingga kebiasaan membaca perlu ditamankan sejak kecil.
Kegiatan membaca pemahaman adalah kegiatan baca secara cepat untuk memahami keseluruhan isi bacaan secara mendalam dengan menghubungkan pengalaman yang dimiliki pembaca dengan gagasan secara menyeluruh. Siswa dapat dikatakan telah mampu memahami bacaan jika yang bersangkutan dapat memahami kata-kata, istilah-istilah, pola-pola kalimat, ide-ide pokok, ide penjelas dan dapat menanggapi secara tepat isi bacaan serta mengenal sikap dan metode yang digunakan pengarang dalam mengemukakan idenya.
Kegiatan membaca diimbangi dengan minat dan intensitas membaca ditunjang oleh bahan bacaan, guru membaca dan kebebasan membaca, akan menghasilkan suatu peradaban yang sangat ampuh membekali kehidupan seseorang dalam menghadapi situasi kehidupan yang semakin semarak dengan arus perkembangan dan arus modernisasi bidang informasi.
Diskusi erat kaitannya dengan belajar secara kelompok (cooperative learning), yang didasarkan kepada adanya pertukaran pikiran dan pendapar dari suatu kelompok siswa yang bertujuan untuk belajar, menyelesaikan permasalahan, menetapkan suatu keputusan dengan sangat bijaksana.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan mata pelajaran pokok di setiap sekolah. Dari SD sampai SMA mencantumkan pelajaran membaca, karena membaca adalah alat pengumpul ilmu. Ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari melalui kegiatan membaca, oleh karena itu membaca merupakan keterampilan yang harus diajarkan sejak anak masuk SD.
Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan Pottet (1984; 94) ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:
1. Mengenal ide pokok suatu bacaan
2. Mengembangkan imajinasi visual
3. Meramalkan hasil
4. Mengikuti petunjuk
5. mengenal organisasi petunjuk
6. Membaca kritis
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman saling belajar dengan yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/ masyarakat. Dilihat dari sudut perkembangan yang dialami oleh anak, maka usaha yang sengaja dan terencana (yang disebut pendidikan) tersebut ditujukan untuk membantu anak dalam menghadapi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan yang dialaminya dalam setiap periode perkembangannya. Dengan kata lain, pendidikan dipandang mempunyai peranan yang benar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak.
Pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai komponen-komponen yang merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu komponen pendidikan yang mutlak harus ada adalah metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
Metode yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar banyak sekali jumlahnya, penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Pada umumnya metode dan teknik belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu metode belajar yang bersifat individual dan yang bersifat kelompok.
Yang termasuk metode belajar individual antara lain magang, teknik bimbingan pribadi, metode pemberian tugas dan sistim belajar jarak jauh. Sedangkan yang termasuk metode belajar kelompok antara lain ceramah, tanya jawab, diskusi metode teknik peran, metode kasus, demonstrasi, metode latihan (drill), metode proyek, dll.
Pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika, masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama (Johnson, Johnson dan Smith, 1991).
Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan yang sewaktu waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut (Piaget, 1952 & 1960; Freire, 1970).
Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Teori skemata menjelaskan bahwa siswa mengaktifkan struktur kognitif mereka dan membangun struktur-struktur baru untuk mengakomodasi masukan-masukan pengetahuan yang baru (Anderson dan Armbruster, 1982; Piaget, 1952 & 1960).
Pentingnya membaca pemahaman adalah: 1). Untuk memahami gagasan yang dikandung kalimat dan antar kaliamat dalam bacaan, 2). Untuk memahami gagasan yang dikandung paragraf dalam bacaan, 3). Untuk memahami keseluruhan gagasan dalam suatu bacaan secara cepat tetapi mendalam.
Adapun cara penyampaian membaca pemahaman sebagai berikut:
1). Memupuk minat baca, meliputi: pemberian contoh, saran, perlengkapan, dan dorongan.
2). Berbagai teknik penyampaian, meliputi: membacakan, pemberian tugas, diskusi,dsb.
Yang diperkenalkan dalam metode gotong royong (cooperative learning) bukan sekedar kerja kelompoknya melainkan pada penstrukturannya yang didasarkan kepada adanya pertukaran pikiran dan pendapat dari suatu kelompok orang-orang yang bertujuan untuk belajar, menyelesaikan permasalahan, menetapkan suatu keputusan dengan sangat menarik.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana mengetahui kemampuan membaca pemahaman pada bidang Studi Bahasa Indonesia dengan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif pada kelas VI di SDN Karangpilang V ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengukur kemampuan memahami Isi bacaan dengan memanfatkan model pembelajaran kooperatif dalam bidang studi Bahasa Indonesia di SDN karangpilang V.
D. Metode
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara kelompok kecil yang merupakan tempat siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal baik individu maupun kelompok.
Dengan bekerja secara berkelompok masing-masing siswa memiliki tanggung jawab terhadap kelompoknya masing-masing. Dengan membaca siswa bisa memahami isi dari suatu bacaan baik yang tersirat maupun tersurat. Kemampuan membaca pemahaman dapar diukur melalui: Pemahaman terhadap bahasa dan lambang tulisannya, pemahaman terhadap ide-ide yang ada dalam bacaan, serta pemahaman terhadap nada dan gaya penulisan.
Kegiatan membaca mempunyai peranan sosial yang amat penting dalam kehidupan manusia. Membaca amat pemting dalam kehidupan karena merupakan alat komunikasih yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat berbudaya. Bahan bacaan yang dihasilkan dalam setiap kurun zaman dalam sejarah sebagian besar dipengaruhi oleh latar belakang sosial tempatnya berkembang itu. Sepanjang masa sejarah, kegiatan membaca membuahkan daya pemersatu yang ampuh dan mampu pula bertindak sebagai suatu daya pemecah belah yang cenderung mempertajam perbedaan antar kelompok.
Mengingat pentingnya kegiatan membaca dalam kehidupan manusia sepanjang masa, khususnya para guru menyadarinya sejak dini. Hal ini logis karena kualitas minat baca para siswa turut pula menentukan taraf kemajuan bangsa dan negara, sehingga kebiasaan membaca perlu ditamankan sejak kecil.
Kegiatan membaca pemahaman adalah kegiatan baca secara cepat untuk memahami keseluruhan isi bacaan secara mendalam dengan menghubungkan pengalaman yang dimiliki pembaca dengan gagasan secara menyeluruh. Siswa dapat dikatakan telah mampu memahami bacaan jika yang bersangkutan dapat memahami kata-kata, istilah-istilah, pola-pola kalimat, ide-ide pokok, ide penjelas dan dapat menanggapi secara tepat isi bacaan serta mengenal sikap dan metode yang digunakan pengarang dalam mengemukakan idenya.
Kegiatan menbaca diimbangi dengan minat dan intensitas membaca ditunjang oleh bahan bacaan, guru membaca dan kebebasan membaca, akan menghasilkan suatu peradaban yang sangat ampuh membekali kehidupan seseorang dalam menghadapi situasi kehidupan yang semakin semarak dengan arus perkembangan dan arus modernisasi bidang informasi.
Diskusi erat kaitannya dengan belajarsecara kelompok (cooperative learning), yang didasarkan kepada adanya pertukaran pikiran dan pendapar dari suatu kelompok siswa yang bertujuan untuk belajar, menyelesaikan permasalahan, menetapkan suatu keputusan dengan sangat bijaksana.
Metode pengumpulan data yang dapat diteliti berupa tes tulis, dan angket. Siswa diberi teks cerita yang berbeda dari masing-masing kelompok, kemudian siswa diberi lembar kerja yang diharuskan masing-masing kelpompok dapat menjawab pertanyaan dari bacaan yang telah dibaca. Setelah lembar kerja kelompok dikumpulkan, masing-masing siswa diberi soal yang berhubungan dengan isi teks bacaan.setelah itu masing-masing siswa diberi angket dengan jumlah 12 soal.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran
Model pembelajaran terdiri dari:
1. Model kompetis
Dalam model pembelajaran kompetisi, siswa belajar dalam dunia persaingan. Tidak jarang pula, guru memakai imbalan dan ganjaran sebagai sarana untuk memotivasi siswa dalam memenangkan kompetisi dengan sesama pembelajar. Tujuan utama evaluasi dalam model pembelajaran kompetisi adalah menempatkan anak didik dalam urutan mulai dari yang paling baik sampai dengan yang paling jelek.
Model pembelajaran kompetisi pada umumnya menciptakan suasana permusuhan di kelas. Untuk bisa berhasil dalam sistim ini, seorang anak harus mengalahkan teman-teman sekelasnya. Sering anak yang berhasil mendapatkan nilai tinggi dimusuhi karena dianggap menaikkan rata-rata kelas dan menjatuhkan teman. Anak semacam ini dicap sebagai “tidak kompak.” Sebaliknya, anak yang kalah dalam persaingan bisa menjadi antisipati terhadap sesama siswa, pengajar, sekolah, atau malah proses belajar. Sebagian orang yang kalah dalam persaingan ini bisa membuat luka batin yang terus mengganggu sepanjang kehidupan seseorang. Dalam pikiran anak didik ditanamkan sikap “agar aku bisa menang, orang lain harus kalah.” Tidak jarang sikap semacam itu terbawa terus sesudah seseorang lulus dari sekolah. Akibatnya, tempat kerja merupakan kelanjutan dari arena persaingan yang diciptakan sekolah.
Salah satu falsafah yang mendasari semangat kompetisi adalah Teori Evolusi Darwin. Teori ini mengatakan bahwa siapa yang kuat adalah siapa yang menang dan bertahan dalam kehidupan. Dengan kata lain, untuk bisa tetap bertahan, makhluk hidup termasuk manusia harus bisa berjuang memenangkan persaingan dengan sesama makhluk hidup yang lain dan merebut sumber daya hidup yang biasanya tersedia secara terbatas. Prinsip homo homini lupus atau survival of the fittest ini banyak tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah maupun ditempat kerja, mulai dari tingkat yang paling bawah, sampai tingkat esekutif, banyak terjadi jegal-menjegal; “agar aku menduduki kursi direktur, aku harus bisa menjatuhkan direktur yang sekarang dengan cara bagaimanapun.”
2. Model Individu
Dalam sistim ini, setiap anak didik belajar dengan kecepatan yang sesuai dengan kemampuan mereka sendiri. Asumsi yang mendasari sistem individual adalah bahwa setiap siswa bisa belajar sendiri tanpa atau dengan sedikit bantuan dari pengajar. Tetapi dalam prakteknya, siswa masih membutuhkan bantuan pengajar dan interaksi dengan sesama siswa. Asumsi yang lain menyatakan bahwa setiap anak didik adalah unik dengan segala kebiasaan, kemampuan, minat, dan bakatnya yang sangat berbeda dengan yang lainnya. Maka dari itu, setiap anak didik perlu mendapat perhatian dan kesempatan khusus untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin.
3. Model Cooperative Learning
Falsafah yang mendasari model pembelajaran gotong royong dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan Teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Tanpa kerja sama, tugas ini tidak akan terselesaikan, oleh sebab itu diperlukan dukungan dari berbagai pihak. Dan tanpa kerjasama, kehidupan ini sudah punah.
Ironisnya, model pembelajaran cooperative learning jarang digunakan dalam dunia pendidikan, kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistim kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam group. Selain itu banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok. Banyak siswa juga tidak senang disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun harus merasa bekerja melebihi siswa yang lain dalam group mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya nunut saja pada hasil jerih payah mereka.
Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelolah kelas lebih efektif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara kelompok kecil yang merupakan tempat siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal baik individu maupun kelompok (lutfi, 2002: 37).
Penggunaan pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) adalah :
1. untuk mengingat kemampuan pembelajaran dalam rangka memperbaiki hubungan dalam suatu group.
2. Mengatasi rintangan sekelas secara akademik.
3. Meningkatkan harga diri.
4. Menumbuhkan kesadaran pembelajar perlu berfikir.
5. Memecahkan masalah dan belajar baik yang menyangkut pengetahuan konsep, prinsip dan prosedur sehingga terjadi pemecahan yang lebih bermakna.
6. Menciptakan rasa senang pada diri pebelajar dan menyumbangkan pengetahuan kepada anggota-anggota kelompoknya.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup semati.”
2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara angota kelompoknya.
5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7. Siswa akan diminta mempertanggunjawabkan secara individual mataeri yang ditangani oleh kelompok.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Ada tiga tujuan model pembelajaran kooperatif, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
1. Hasil belajar akademik
Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada pelajaran akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Robert Slavin dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini melalui penggunaan pembelajaran kooperatif. Sebagai missal, Slavin (1984) mencatat: Siswa sering tidak menghargai temannya yang berhasil secara akademis, sementara itu mereka benar-benar menghargai temannya yang menonjol dalam olah raga … hal ini terjadi karena keberhasilan didalam olah raga membawa keuntungan dalam kelompok (team, sekolah, atau daerah), sementara keberhasilan akademik, keuntungannnya hanya bersifat individual. Dalam kenyataannya, di kelas yang menggunakan penilaian berdasar kurva atau setiap penilaian atau intensif kompetitif, setiap keberhasilan individu mengurangi kesempatan individu lain untuk merai sukses.
2. Penerimaan terhadap pembelajaran individu
Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan. Berikut ini merupakan garis besar premis yang diajukan oleh Goldon Allport (1954). Telah diketahui bahwa hanya kontak fisik saja di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan koperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajar koperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
Sementara itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidak puasaan pada saat diminta bekerja dalam situasi koperatif.
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama.
Langhah-langkah pembelajaran kooperatif:
Fase Tingkah guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Fase-2
Menyampaikan informasi
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase-5
Evaluasi
Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevalusi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Lingkungan Belajar Dan sistem Manajemen
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menerapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembetukan kelompok dan mendefinisikan semua produser, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Jika pembalajaran kooperatif ingin sukses, materi pembelajaran yang lengkap harus tersedia di ruangan guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kesalahan tradisional, yaitu secara ketat mengolah tingkah laku siswa dalam kerja kelompok.
Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan membantu teman.
Menurut Curran, Proses Belajar Bahasa Secara Berkelompok (Community Language Learning atau C.L.L), terdiri dari 5 tahap, antara lain:
1. Tahap “kelahiran”. Dalam tahap ini anak dipupuk untuk menanam perasaan “aman” dan perasaan sebagai “anggota masyarakat”.
2. Tahap “pencapaian kebebasan”. Dalam tahap ini anak makin lama makin banyak belajar, dan segala pengalamannya itu menyebabkan ia makin besar kemampuannya. Serta makin bebas dari pimpinan orang tuanya.
3. Tahap “berbicara dengan bebas”. Anak sekarang mulai menunjukkan identitas dirinya dengan sering menolak nasihat-nasihat orang lain yang tidak dimintanya.
4. Tahap “penerimaan kritik membangun sebagai hal yang dapat diterima”. Dalam tahap ini, anak mulai merasa cukup memiliki kepercayaan pada diri sendiri sehingga ia siap untuk menerima kritik pembangunan orang lain yang tujuannya untuk memperbaiki kemampuan dirinya.
5. Tahap “peningkatan gaya bahasa dan pengetahuan bentuk-bentuk linguistik yang wajar”. Anak mulai meningkatkan sendiri gaya bahasa yang kurang baik sehingga menjadi lebih memuaskan dirinya, dan dapat menyesuaikan dengan siuasi-situasi tertentu.
B. Model Evaluasi Belajar Cooperative Learning
Model evaluasi belajar cooperative learning terdiri dari:
1. Model Evaluasi Kompetisi
Sistem peringkat jelas menanamkan jiwa kompetitif. Sejak masa pendidikan formal, siswa dipacu agar bisa menjadi lebih baik dari teman-teman sekelas. Sistem kompetisi ini tampak sangat mendominasi dunia pendidikan. Siswa yang jauh melebihi kebanyakan siswa lainnya dianggap berprestasi, sedangkan yang kemampuannya berada di bawah rata-rata kelas dianggap gagal. Sistem semacam ini mengajarkan nilai-nilai survival of the fittest, atau siapa yang kuat dialah yang menang.
2. Model Evaluasi Individual
Berbeda dengan sistem penilaian peringkat, dalam pembelajaran individual guru menetapkan standart untuk setiap murid. Jika seorang siswa mencapai atau melampaui standart, dia akan mendapat nilai A. jika tidak, dia akan mendapat nilai C atau D. jadi, nilai seseorang tak ditentukan oleh nilai rata-rata atau teman sekelas, melainkan oleh usaha sendiri dan standart yang ditetapkan guru dan dianggap merupakan kemampuan maksimalnya.
Sistem pembelajaran individu lebih menarik dibandingkan sistem kompetisi. Anak didik bisa diharapkan belajar sesuai kemampuan mereka sendiri dan bebas dari stes yang mewarnai sistem kompetisi. Namun, jika sikap individual tertanam dalam jiwa anak didik, kemungkinan besar mereka mengalami kesulitan untuk hidup bermasyarakat.
3. Model Evaluasi cooperative learning
Dalan penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan metode bergotong royong. Mereka saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai Pribadi.
Nilai kelompok bisa dibentuk dengan berbagai cara. Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa diambil dari rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari “sumbangan” setiap anggota. Kelebihan kedua cara tersebuta adalah semangat gotong royong yang ditanamkan. Dengan cara ini, kelompok bisa berusaha lebih keras untuk membantu semua anggota dalam mempersiapkan diri untuk tes. Namun, kekurangannya adalah perasaan negatif dan tidak adil. Siswa yang mampu akan merasa dirugikan oleh nilai rekannya yang rendah. Sedangkan siswa yang lemah mungkin bisa merasa bersalah karena sumbangan nilainya paling rendah.
C. Hakekat Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) kedalam kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley dan Mountain, 1995).
Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas (I, II, dan III) yang dikenal dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini ialah proses perceptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih ditekankan di kelas-kelas tinggi SD (Syafi’ie, 1999).
Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus memiliki keterampilan memahami makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman interpretative, kreatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa membaca merupakan gabungan proses perceptual dan kognitif, seperti dikemukakan oleh Crawley dan Mountain (1995).
Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual merupakan proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interprestasi, membaca kritis (critical reading), dan membaca kreatif (cretive reading). Membaca sebagai proses linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makana, sedangkan fonologis, semantic, dan fitur sintaksis membantunya mengomunikasikan dan menginterprestasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan, pembetulan suatu stategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini mengidentifi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang sesuai, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya.
Sedangkan Klein, dkk. (1996) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup:
1. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna.
2. Membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan teks dan tujuan membaca.
3. Membaca merupakan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media/ kata-kata/ bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan terlaksana dengan baik (Hodgson: 43-44).
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding), sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/ cetakan menjadi bunyi yang bermakana (Anderson, 1972: 209-210).
Menurut Burhan membaca merupakan proses empat dimensi yang meliputi persepsi atau mengenali kata, pemahaman makna baik yang lugas maupun yang iklas, baik tanggapannya yang kritis maupun yang emosional serta penerapan ide yang di peroleh dari hasil pemahaman pada perilaku (1950: 60).
Membaca pada hakekatnya merekonstruksikan isi tersurat dan tersirat di dalam bacaan yang dibacanya (Goodman & Niles, 1970). Makna yang terdapat dalam bacaan itu tidak selamanya didapat dalam bahan bacaan, sehingga pembaca tidak hanya berlaku pasif dan mengharapkan memperoleh makna dengan mudah (Halim, 1983: 27). Pembaca bacaan ini seharusnya melibatkan dirinya secara aktif dalam bacaan, sehingga dapat mencakup arti/ maksud bacaan itu.
Dari definisi diatas penulis dapat disimpulkan, bahwa membaca pada hakekatnya adalah proses memahami dan memberi makna pada bahasa yang dibaca.
D. Teknik Membaca
Pengajaran membaca lanjutan diberikan sejak kelas III SD. Sesuai dengan perkembangan jiwa dan tingkat kemampuan anak, maka sejak kelas III sudah mulai dikenalkan teknik-teknik membaca. Dengan mengenalkan teknik-teknik membaca tersebut diharapkan siswa mampu dan terampil membaca sebagaimana yang diharapkan. Teknik-teknik membaca sebagai berikut:
1. Membaca teknis.
Membaca teknis bertujuan untuk menambah kelancaran siswa mengubah lambang-lambang tertulis menjadi suara atau ucapan yang mengandung makna. Membaca teknis menekankan pada segi “menyuarakan yang dibaca”. Pada tahap ini guru harus hati-hati dan mengawasi bagaimana menyuarakan lambang tertulis itu. Membaca teknis masih merupakan bagian terbesar dari kegiatan membaca kelas I dan II. Kegiatan membaca teknis makin menurun frekuensinya pada kelas tinggi. Di kelas I dan II membaca teknis terutama ditujukan untuk menambah kemampuan siswa mengubah lambang tertulis kelambang kata bermakana sambil menyuarakannya, sedang di kelas III dan selanjutnya membaca teknis ditujukan untuk memelihara dan melatih kemampuan membaca.
2. Membaca dalam hati
Membaca dalam hati ialah cara atau teknik membaca tanpa bersuara. Jenis membaca ini perlu lebih ditekankan kepada pamahaman isi bacaan. Membaca dalam hati lebih banyak menggunakan kecapatan gerak mata, sedangkan membaca teknis lebih banyak menggunakan gerak mulut. Mengingat mata lebih cepat menanggapi apa yang dibaca dari pada kecepatan mulut mengucapkan apa yang dibaca, maka membaca dalam hati lebih cepat prosesnya daripada membaca teknis. Itulah sebabnya dalam kehidupan sehari-hari kita lebih banyak menggunakan membaca/ wacana berupa apapun.
Membaca dalam hati dapat dimulai sejak anak berada di kelas II SD. Tetapi secara intensif diberikan sejak kelas III. Tujuan membaca dalam hati ialah melatih kemampuan anak dalam memahami isi wacana/ bacaan. Setelah siswa membaca diberi tugas untuk menjawab pertanyaan tersebut meliputi dua jenis yaitu berupa ingatan dan pikiran. Pertanyaan ingatan menanyakan tentang isi bacaan, sedangkan pertanyaan pikiran ditujukan untuk mengetahui apakah para siswa sudah memahami/ menganggapi seluruh isi bacaan. Pada membaca permulaan para siswa dikenalkan membaca dalam hati, pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan ingatan. Pada kelas III dapat dimulai menggunakan pertanyaan pikiran walaupun secara sederhana. Pada kelas IV, V dan VI, pertanyaan pikiran harus mendapat perhatian guru, sebab cara ini akan lebih mendorong siswa giat membaca.
3. Membaca Cepat
Tujuan yang hendak dicapai melalui membaca cepat ialah melatih kecepatan gerak mata para siswa pada saat membaca. Membaca cepat perlu diajarkan kepada para siswa, karena pada saatnya kelak siswa harus dapat membaca suatu pengumuman, pemberitahuan, berita dan tulisan-tulisan lain dalam waktu yang singkat. Begitu juga dalam membaca pelajaran, anak harus dapat membacanya dengan waktu yang cepat.
Pada tahap permulaan mengenalkan membaca cepat kepada anak di kelas III, bahan bacaan hendaknya yang pernah dibaca siswa. Pada kelas IV, V dan VI bahan bacaan untuk membaca cepat perlu dicarikan yang baru, karena pada kelas ini para siswa sudah mampu membaca dengan baik dan lancar.
4. Membaca bahasa
Tujuan yang hendak dicapai dengan membaca bahasa ialah untuk menambah keterampilan siswa dalam menggunakan makna bahasa, makna kalimat/ kata yang digunakan dalam pelajaran. Membaca bahasa sudah dapat diajarkan kepada para siswa akhir kelas III, sebab pada tahap ini siswa sudah mulai lancar membaca. Mula-mula bahan yang dibaca adalah bacaan yang pernah diajarkan kepada siswa, sedangkan di kelas tinggi guru perlu mencari bacaan lain yang belum pernah diajarkan.
5. Membaca Indah (estetis)
Titik berat membaca indah ialah cara membaca yang menggambarkan penghayatan keindahan dan keharuan yang terdapat pada bacaan.
6. Membaca bebas (perpustakaan)
Tujuan membaca bebas ini untuk menumbuhkan kegemaran membaca untuk menambah pengetahuan. Di samping itu membaca juga merupakan rekreasi.
Latihan membaca bebas pada hakekatnya bertujuan untuk menanamkan kebiasaan membaca.
E. Metode Membaca
Di Eropa, pada tahun 1920-an, metode langsung mulai mengalami kejenuhan dan semakin banyak revisinya. Revisi yang dilakukan itu menghasilkan versi yang menyatukan antara metode tatabahasa dan langsung. Metode membaca bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam belajar mereka.
Langkah-langkah metode membaca (Rivers, 1968/ 1981):
1. Pemberian kosakata dan istilah yang dianggap sukar dari guru kesiswa. Ini diberikan dengan definisi-definisi dan contoh-contoh dalam kalimat.
2. Penyajian bacaan di kelas. Bacaan dibaca dengan diam (silent reading) selama kurang lebih 10 – 15 menit. (untuk mempercepat waktu, bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya).
3. Diskusi bacaan dapat melalui Tanya jawab.
4. Pembicaraan tata bahasa dilakukan dengan singkat. Hal itu dilakukan jika pandangan perlu oleh guru.
5. Pembicaraan mengenai kosakata yang relevan.
6. Pemberian tugas seperti mengarang (isinya relevan dengan bacaan) atau membuat denah, skema, diagram, ikhtisar, rangkuman, dan sebagian yang berkaitan dengan isi bacaan.
F. Hakekat Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah suatu jenis membaca diantara macam-macam membaca yang jumlahnya cukup banyak. Macam-macam membaca biasanya didasarkan pada tujuannya. Karena setiap aspek kehidupan memiliki tujuan sendiri, maka macam-macam membaca itu sangat beragam sesuai dengan pengertian yang ingin dicapai pembaca dalam setiap aspek kehidupan membacanya. Namun semua jenis membaca perlu adanya pemahaman.
Menurut Mansur Muslich tentang membaca pemahaman: dalam prakteknya, pengajaran membaca pemahaman hampir tak berbeda dari pengajaran membaca dalam hati. Pengajaran membaca ini membina siswa agar mereka mampu memahami isi tuturan tertulis yang dibacanya, baik isi pokoknya maupun isi bacaan secara mendalam dengan menghubungkan pengalaman yang dimiliki pembaca dengan gagasan yang terdapat dalam bacaan.
Sedangkan menurut Henry Guntur Tarigan mengenai pengertian membaca pemahaman (reading for understanding) yang dimaksud disini adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami:
a. Standart-standart/ norma-norma kesastraan (literary standarts)
b. Resensi kritis (eritical review)
c. Drama tulis (printed drama)
d. Pola-pola fiksi (patterns of fictions)
Dari definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa membaca pemahaman adalah membaca yang dimaksudkan untuk memahami isi bacaan.
G. Aspek Membaca Pemahaman
Aspek membaca pemahaman pada dasarnya ingin mengetahui sejauh mana pembaca memahami bacaan yang mempunyai tujuan bermacam-macam, tetapi pada dasarnya tujuan tersebut diorientasikan pada isi bacaan. Hal ini sesuai dengan membaca pemahaman. Meskipun kemampuan pemahaman seseorang itu berbeda-beda, mulai tidak bisa memahami bacaan sampai memahami bacaan betul-betul.
Kemampuan membaca pemahaman dapat diukur. Pengukuran ini menurut sumadi mencakup : “(1) Pemahaman terhadap bahasa dan lambang tertulis, (2) Pemahaman terhadap ide-ide yang ada dalam bacaan, (3) Pemahaman terhadap nada dan gaya penulis”.
Berdasarkan pendapat Sumadi diatas, maka dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pemahaman terhadap bahasa dan lambang tulisannya, hal ini ditandai dengan pemahaman siswa tentang kandungan makna, aspek kebahasaan yang meliputi: pemahaman, pola-pola kalimat dan bentu-bentuk morfologi serta ketepatan simbol-simbol tertulis yang terdapat dalam bacaan.
2. Pemahaman ide-ide yang ada dalam bacaan, pemahaman ini ditandai dengan kemampuan siswa menangkap ide pokok bacaan, ide-ide penjelas serta kemampuan menangkap perincian isi bacaan secara tepat.
3. Pemahaman terhadap nada dan gaya penulisan, hal ini ditandai dengan kemampuan siswa mengenal pokok permasalahan dan kemampuan mengidentifikasi metode dan gaya yang digunakan dalam menyampaikan ide.
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa cara untuk menerapkan pemahaman isi bacaan:
1. Masing-masing kelompok membaca cerita.
2. Memahami isi bacaan masing-masing cerita.
3. Masing-masing kelompok dapat menjelaskan ide pokok dan ide penjelas dari bacaan tersebut.
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Penyajian Data lapangan
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI di SDN Karangpilang V. penelitian ini dilakukan penulis sekitar bulan November 2006. Populasi dan sample dalam penelitian ini berjumlah 24 siswa. Alat pengumpul data berupa : teks bacaan, 5 butir pertanyaan soal pemahaman isi bacaan. Tiap siswa juga diberi soal untuk mengetes seberapa besar daya ingat dari masing-masing siswa. Serta angket yang berjumlah 13 soal.
Instrument penelitian untuk memperoleh data tentang pemanfaatan model pembelajaran kooperatif pada membaca pemahaman dalam bidang studi Bahasa Indonesia secara keseluruhan berjumlah 24 soal. Yang terdiri dari 5 soal pada lembar kerja siswa untuk kelompok, 7 soal pada lembar kerja masing-masing siswa, dan 13 soal angket pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Berdasarkan hasil Penilaian Kelompok 1 tergolong Baik, Kelompok 2 tergolong Baik, Kelompok 3 tergolong Baik sekali, dan Kelompok 4 tergolong Baik sekali.
13 Apakah anda senang dengan pembelajaran bahasa Indonesia?
Apakah anda senang mendenganrkan cerita?
Apakah anda senang membaca cerita?
Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang diberikan oleh guru, apakah anda mengerjakan dengan sungguh-sungguh?
Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia apakah anda memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru?
Jika diberi tugas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia apakah anda sering mencontoh hasil pekerjaan teman sebangkumu?
Apakah anda bosan terhadap mata pelajaran Bahasa iondonesia yang disampaikan oleh gurumu?
Jika diberikan tugas oleh guru apakah anda langsung mengerjakannya?
Apakah anda sering menyalin catatan dari temanmu?
Jika anda mendapat soal ulanagn Bahasa Indonesia, apakah anda melihat pekerjaan temanmu?
Apakah anda memahami isi cerita yang telah anda baca?
Jika mengalami kesulitan apakah anda sering mengajukan pertanyaan pada guru anda?
Apakah anda sering membolos terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia?
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif pada mambaca pemahaman dalam bidang studi bahasa Indonesia. Menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok 1 adalah 79 dengan predikat Baik, kelompok 2 adalah 65 dengan predikat Baik, kelompok 3 adalah 84 dengan predikat Sangat baik, dan kelompok 4 adalah 86 dengan predikat Sangat baik.
B. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang jauh lebih baik dari sebelumnya siswa perlu diberikan pengetahuan yang mendasar tentang membaca pemahaman. Disamping itu perlu juga diadakan suatu penelitian maslah-maslah yang lain yang ada hubungannya dengan faktor-faktor yang menunjang prestasi belajar siswa.
Upayah meningkatkan kemampuan membaca pemahaman antara lain dengan:
Pertama, disarankan agar guru mengkaji berbagai metode untuk melaksanakan pengajaran membaca kepada siswa yang sedang dihadapinya.
Kedua, agar guru bervariasi metode, teknik dan prosedur pengajaran membaca dalam masalah ini.
Ketiga, kesadaran pada diri sendiri untuk memiliki rasa rasa cinta terhadap kegiatan membaca.
Keempat, untuk menanamkan “budaya membaca” dikalangan masyarakat (siswa sekolah) perlu adanya wadah perpustakaan (sekolah) dengan menyediakan bahan bacaan yang relevan dan menarik minat baca sesuai usia perkembangan anak.
Kelima, Guru Bahasa Indonesia perlu menyadari bahwa, keberhasilan membaca secara intensif dikalangan siswa merupakan tugas pengabdian. Untuk itu perlu pengadaan sarana dan prasarana serta upayah menciptakan kondisi rasa aman (emotional security) para siswa sehingga mereka memiliki kepedulian terhadan kegiatan membaca.
Daftar Pustaka
Lie Anita, 2002. Cooperative Learning, Mempraktikkan Cooperative Learning di ruang- ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Aminiddin. 1982. Hakekat, Tujuan dan Tahapan Membaca. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka, Buku Modul no 033.
Prakum, Paulus Lamablawa. 1994. Menelaah Aspek Membaca dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah. Media Pendidikan, 19 (56) 72.
Chafid, Abd fachrun. 1996. Diskusi Adalah Metode Proses Belajar Mengajar Berkelompok. Media Pembinaan Pendidikan, 21 (73): 76.
Suyatno. 2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.
Rahim, Farida. 2005. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ibrahim, Muslim, dkk. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Arikunto, Suharsimi. 1988. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Asara.
Sumadi. 1987. Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Malang: JPBSI-PPBS IKIP Malang.
Tarigan, Hanry Guntur. 1980. Membaca. Bandung: Aksara.
Tarigan, Hanry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Aksara.
Subyakto, Sri Utari.1993. Metodelogi Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT Gramedia
Lampiran:
Di sebuah desa hiduplah seorang anak perempuan yang lugu. Sheila namanya. Ia senang sekali main di tepi hutan. Ibunya selalu mengingatkan agar tak terlalu jauh masuk kehutan. Penduduk desa itu percaya, orang yang terlalu jauh masuk kehutan tak akan pernah kembali. Bagian dalan hutan itu diselubungi kabut tebal. Tak seorang pun dapat menemukan jalan pulang jika sudah tersesat. Sheila selalu mengingat pesan ibunya. Namun, ia juga penasaran ingin mengetahui daerah berkabut itu.
Setiap kali pergi bermain, ibu Sheila selalu membekalinya dengan sekantong kue, permen, coklat, dan sebotol jus buah. Sheila sering datang ke tempat perbatasan kabut di hutan. Ia duduk dibawah pohon dan menikmatinya di sana. Sheila ingin sekali melangkahkan kakinya ke dalam daerah berkabut itu. Namun ia takut kalau tak bisa keluar disana.
Suatu kali, seperti biasa Sheila datang keperbatasan daerah kabut. Seperti biasa ia duduk menikmati bekalnya. Tiba-tiba Sheila merasa ada beberapa pasang mata memperhatikannya. Ia mengarahkan pandangan ke sekeliling untuk mencari tahu. Namun Sheila tak menemukan siapa-siapa.
“Hei siapa pun itu, keluarlah! Jika kalian mau, kalian dapat makan kue bersamaku,” teriak Sheila penasaran.
Mendengarkan tawaran Sheila, beberapa makhluk memberanikan diri muncul di depan Sheila. Tampak tiga peri di hadapan Sheila. Tubuh mereka hanya separuh tinggi badan Sheila. Di punggungnya ada sayap. Telinga mereka juga lancip. Dengan takut-takut mereka menghampiri Sheila. Anak kecil pemberani itu tanpa ragu menyodorkan bekalnya untuk dimakan bersama-sama. Peri-peri itu bernama Pio, Plea, dan Plop. Ketiganya adalah kakak beradik.
Sejak saat itu, Sheila dan ketiga kawan barunya sering makan bekal bersama-sama. Kadang mereka sering bertukar bekal. Suatu hari Sheila bertanya kepada ketiga temanya.
“Pio, Plea, dan Plop mengapa ada daerah berkabut di hutan ini? Apa isinya? Dan mengapa tak ada yang pernah kembali? kalian tinggal di hutan sebelah mana?” tanya Sheila penuh ingin tahu. Mendengar pertanyaan Sheila ketiga peri itu saling bertukar pandang. Mereka tahu jawabannya, namun ragu untuk memberitahu Sheila. Setelah berpikir sejenak, akhirnya mereka memberitahu rahasia hutan berkabut yang hanya diketahui para peri.
“Para peri tinggal di balik hutan berkabut. Termasuk kami. Kabut itu adalah pelindung, agar tak seorang pun dapat masuk ke wilayah kami tanpa izin. Kami tiga bersaudara adalah peri penjaga daerah berkabut. Jika kabut menipis kami akan meniupkan lagi banyak-banyak. Jika ada tamu tak diundang masuk ke wilayah kami, kami segerah membuatnya tersesar,” jelas Pio, Plea, Plop.
Sheila terkagum-kagum mendengarnya. “ Bisahkah aku datang ke negeri kalian sewaktu-waktu?” Tanya Sheila berharap. Ketiga peri itu berembuk sejenak.
“Baiklah kami akan mengusahakannya,” kata mereka.
Tak lama kemudian Sheila diajak Pio, Plea, dan Plop ke negeri mereka. Hari itu Sheila membawa kue, coklat, dan permen banyak-banyak.
Sebelum Sheila didandani seperti peri oleh ketiga temannya. Itu supaya mereka bisa mengelabuhi para peri lain. Sebenarnya manusia dilarang masuk ke wilayah peri. Ketiga teman Sheila ini juga memberi kacamata khusus pada Sheila. Dengan kacamata itu, Sheila dapat melihat dengan jelas.
Daerah berkabut penuh dengan berbagai tumbuhan penyesat. Berbagai jalan yang berbeda nampak sama. Jika tidak hati-hati , maka akan tersesat dan berputar-putar di tempat yang sama. Dengan bimbingan Pio, Plea, Plop akhirnya mereka semua sampai kenegeri peri. Di sana rumah tampak mungil, bentuknya pun aneh. Ada rumah berbentuk jamur, berbentuk sepatu bahkan ada yang berbentuk teko. Pakaian mereka seperti kostum untuk karnaval. Kegiatan para peri pun bermacam-macam. Ada yang mengumpulkan madu, bernyanyi, membuat baju dari kelopak bunga… semua tampak riang gembira.
Sheila tampak senang. Ia diperkenalkan kepada anak peri lainnya. Mereka sangat terkejut, saat mengetahui Sheila adalah manusia. Namun mereka senang dapat bertemu dan berjanji tak akan memberitahu raja peri. Rupanya mereka pun ingin tau tentang manusia. Mereka bermain gembira. Sheila dan para anak peri berkejar-kejaran, bernyanyi, bercerita dan tertawakeras-keras. Mereka juga saling bertukar makanan. Pokoknya hari itu menyenangkan sekali. Tiba-tiba raja peri datang. “Siapa itu?” tanyanya penuh selidik. “Raja…” dia adalah teman hamba dari hutan utara,” jawab Plop takut. Ia terpaksa berbohong agar Sheila tidak ketahuan. Raja peri memperhatikan Sheila dari ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah itu ia pergi. Sheila bermain lagi dengan lincah. Namun sayang ia terpeleset. Sheila jatuh terjembarat ketika itu cuping telinga palsunya copot. Raja peri melihat hal itu , ia amat marah.
“Manusia! Bagaimana ia bisa sampai kemari? Siapa yang membawanya?” teriaknya menggelegar, Pio, Plea, Plop maju kedepan dengan gemetar. “Kami yang membawanya raja!” jawab mereka gugup.
“Ini pelanggaran. Jika ada manusia yang tahu tempat ini, maka tempat ini tidak akan aman lagi, kalian harus dihukum berat,” teriak ratu peri marah. Sheila yang saat itu juga ketakutan memberanikan diri maju ke depan.
“Mereka tidak bersalah, Raja. Akulah yang memaksa mereka untuk membawaku kemari.”
“Kalau begitu kau harus dihukum menggantikan mereka!” gelegar Ratu peri. Sheila dimasukkan ke dalam bak air tertutup. Ia akan direbus selama setengah jam. Namun ketika setelah api dinyalakan, dia tidak merasa panas sedikit pun.
“Keluarlah! Kau lulus ujian,” Kata Raja dan Ratu Peri.
Ternyata kebaikan hati Sheila membuat ia lolos dari hukuman. Ia diperbolehkan pulang sedangkan teman perinya bebas dari hukuman. Raja peri membuat Sheila tertidur. Ia menghapus ingatan Sheila tentang Negeri Peri. Namun ia masih menyisakannya sedikit, agar Sheila dapat mengingatnya di alam mimpi.
Ketika terbangun, Sheila berada di ranjang kesayangannya. Hatinya masih diselimuti kebahagiaan dari mimpinya tentang Negeri Peri.
Lampiran: Cerita 1
Adalah seekor kera yang bersahabat dengan kura-kura. Setiap kali sang kura-kura ingin pergi ke suatu tempat, kera bersedia mengantar. Kelebihan yang dimiliki kura-kura, ialah mengetahui sebuah pohon berbuah lebat lewat mimpinya.
Suatu ketika, perut kera keroncongan. Dimintanya sang kura-kura untuk menunjukkan dimana ada pohon pisang yang dapat ia panjat dan makan buahnya yang lezat. “Oh, kemarin aku bermimpi, ada pohon berbuah lebat disebelah barat sana,” jawab sang kura-kura.
Kera kemudian menggendong sahabatnyaitu. Ia berayun dari satu pohon ke pohon lainnya dengan hati riang. Sebentar lagi aku makan enak, pikirnya. Kera berteriak kegirangan, ketika mencium wanginya pisang masak. Segera dipercepat ayunannya, sementara sang kura-kura berpegangan sekuatnya karena takut jatuh.
Sesampainya di bawah pohon yang dituju, kera langsung memanjatnya. Dengan lahap, ia memakan buah ranum itu, tanpa memikirkan sahabatnya yang setia menunggu di bawah. Kulit pisang dilemparnya ke arah sang kura-kura. Hewan hijau kecil yang juga berharap dapat menikamati buah kaya vitamin dan karbohidrat itu menggerutu kesal. Ditinggalkannya kera, seraya bersumpah tak akan memberi tahukan lagi mimpinya pada hewan rakus itu.
Esok harinya, perut kera minta diisi lagi. Dicarinya sang kura-kura namun belum nampak juga. Ia berterik-teriak memanggil sambil memegang perut kosongnya. Kemudian karena tak tahan lagi, kera menjerit mengaduh kesakitan. Kura-kura merasa kasihan, kemudian keluar dari persembunyiannya. “Berjanjilah untuk memberi sedikit bagianku.” Ujarnya.
Kera berjanji. Dengan sisa tenaganya, dia menggendong sang kura-kura lalu berayun pelan kearah sebuah pohon nangka, yang letaknya telah disebutkan oleh sahabatnya itu. Sebelum memanjat kera mendengarkan nasehat kura-kura. “Tepuklah kulit nangka terlebih dahulu sebelum memetik. Bila bebunyi “Buk-buk”, jatuhkanlah untukku karena aku suka nangka muda.”
Kera menurut saja, karena dia sangat percaya pada kura-kura yang selalu berkata jujur. Padahal saat ini kura-kura menipunya. Justru yang “Buk-buk” itulah yang matang. Sang kura-kura ingin memberi sebuah pelajaran berharga, agar kera mau berbagi. Kemudian kura-kura menikmatinya dengan santai. Lain halnya dengan kera yang kebingungan dengan getah nengka muda yang melekat pada bibirnya. Ia berteriak-teriak kesal. Dicarinya sang kura-kura yang meninggalkannya dengan menyisakan sedikit nangka masak untuknya. Kera menyadari kesalahannya dan berjanji tak akan menipu sahabatnya lagi.
Lampiran: Cerita 2
Roni masih kelihatan sedikit sekali sedih sekali. Raut wajahnya masih tampak sembab karena habis menanggis. Ia begitu terpukul dengan kematian ayahnya dua hari yang lalu. Betapa tidak? Ayahnya merupakan penopang ekonomi keluarganya sehari-hari. Beliau meninggal akibat terserang penyakit paru-paru. Dengan demikian, berarti tinggal ibunya yang menjadi satu-satunya tumpuan harapan. Padahal ibunya hanya berjualan kue goreng dan kerupuk di depan rumah, yang tentu hasilnya tidak seberapa besar.
Dengan niat ta’ziah, Pak Haji Karim, tetangganya, sehabis shalat Ashar mengunjungi keluarga Roni. Sesudah berbincang-bincang dengan beberapa anggota keluarganya, Pak Haji yang cukup kaya di desa itu mendekati roni lalu menasehatinya.
“Janganlah kau bersedih terus, nak. Kematian ayahmu memang sudah takdir dari Gusti Allah S.W.T. tidak ada gunanya bersedih terus-menerus, yang penting sekarang ini adalah berdoa untuk ayahmu, agar dosa-dosanya diampuni dan arwahnya diterima di sisi-Nya.”
“Terimakasih Pak Haji atas nasihatnya, tapi….”
“Tapi apa nak?” sahut Pak Haji.
“Tapi bagaimana dengan kelanjutan sekolah saya, sebab yang selama ini yang membiayai seluruh kebutuhan sekolah adalah ayah,” kata Roni.
“Oh, masalah biaya sekolah? Baiklah kalau begitu kamu saya Bantu. Mulai besok kamu saya kasih pekerjaan, yaitu sebagai penjaga kios wartel yang ada di depan rumah saya. Kebetulan anak saya yang biasa menjaga keetulan sudah kuliah di Malang. Nah, kalau kamu tidak keberatan dengan pekerjaan itu, kamu saya gaji untuk biaya sekolah dan uang jajan.”
“Terima kasih atas kebaikan Pak Haji, saya dengan senang hati menerimanya. Mulai besok setelah pulang sekolah saya langsung ke rumah Pak Haji,” kata roni berbunga-bunga.
Sejak saat itulah Roni bekerja di wartel milik Pak Haji. Tak terasa sudah lima bulan roni bekerja. Semua masalah keuangan kios wartelnya dipasrahkan penuh kepada Roni. Kecuali dalam hal membayar tagihan rekening.
Untuk yang satu ini Pak haji sendiri yang membayar ke Telkom. Di samping layanan telekomunikasih, di kiosnya itu juga menjual aneka macam rokok, air minum mineral, makanan ringan, dan beberapa majalah dan Koran.
Pak Haji Karim begitu mempercayainya. Setiap kali Roni menjaga kios, ia selalu tak lupa membawa buku-buku pelajaran dan bacaan. Apabila ada waktu senggang dan tidak ada pembeli atau pemakai jasa telepon, maka ia gunakan untuk membaca buku atau mengerjakan PR. Disana ia bisa bekerja sambil belajar.
Lambat laun Roni makin akrab dan dianggap keluarga sendiri oleh Pak Haji sekeluarga. Kini ia dibuatkan sendiri kamar di belakang kios, sehingga ia tidak perlu mondar-mandir lagi antara rumahnya sendiri dengan rumah Pak Haji. Sungguh beruntung sekali si Roni bertemu dengan Pak Haji Karim itu yang berhati mulia itu.
Akan tetapi, dua bulan terakhir ini Pak Haji merasa ada kejanggalan. Pasalnya, jumlah tagihan yang harus dibayar ke PT Telkom jauh lebih besar dari pada setoran yang diterima dari Roni. Padahal biasanya tidak demikian, selalu saja berimbang antara pendapatan, pengeluaran, dan untung.
Pak Haji mulai curiga terhadap Roni. Karena itu, secara diam-diam Pak Haji menyelidiki catatan pembukuan yang dilakukan Roni. Dan hasilnya ternyata benar, bahkan ada beberapa transakasi tidak dicatat ke dalam buku yang sudah disediakan. Menyikapi kenyataan ini, Pak Haji Karim memanggil Roni. Sesudah menginterogasinya secara panjang lebar, Roni mengakuinya.
“Mengapa semua ini kau lakukan, nak?”
“Mohon maaf, Pak. Saya amat terpaksa melakukan semua ini, sebab ibu saya sedang menderita sakit jantung. Kata dokter, biayanya jutaan rupiah. Maka saya bermaksud mengumpulkan uang yang nantinya untuk biaya itu. Saya takut sekali kehilangan ibu, Pak!” kata Roni terbata-bata.
“Oh, jadi begitu masalahnya, mengapa kau tidak terus terang saja kepadaku, seandainya kamu terus terang, pasti akan kubantu. Niatmu itu mulia nak, tapi jalannya itu tidak benar. Apa yang kamu lakukan itu sama dengan korupsi, jadi hukumnya haram. Namun untuk kali ini kamu saya maafkan. Saya ikhlaskan semua apa yang sudah kamu ambil. Karena aku masih sangat kasihan sama kamu. Tapi jangan coba-coba untuk mengulangi lagi perbuatanmu itu lagi. Sekali lagi kau berbuat seperti itu, maka tiada maaf lagi bagimu.”
“Baik, Pak Haji saya tidak akan mengulangi lagi, saya kapok Pak,” kata Roni seraya meneteska air mata, pertanda itu betul-betul bertobat.
Dalam hati Roni berkata, untuk Pak Haji Karim begitu mulia hatinya, mau mengampuni orang yang telah berbuat kesalahan. Kalu tidak, kemana lagi ia mencari nafkah untuk biaya sekolah?
Kini ia makian menyadari, bahwa kepercayaan itu sangat mahal harganya. Maka apabila kita sudah dipercaya oleh seseorang, jangan sekali-kali berbuat curang.
Lampiran: Cerita 3
Di sebuah sekolah mungil di pojok kota terpencil, Heri dan kawannya membicarakan perihal sebuah puri angker di RT 3. menurut kabar angin, puri itu dihuni setan-setan gundul. Mereka berempat ingin menyelidiki keanehan puri itu.
Pukul empat sore, mereka berkumpul untuk menyelidiki puri angker tersebut. Semua perlengkapan sudah disiapkan. Saat masuk puri itu, terlihat wastafel yang airnya masih menetes. Kejadian ini menimbulkan rasa takut dihati mereka.
Perlahan-lahan mereka memasuki puri tersebut. Ada pintu aneh bersembunyi dibalik lukisan cakram matahari. Setelah menimbang dengan seksama, mereka memasuki pintu tersebut dengan tenang.
Ditengah suasana tegang, terdengar jeritan aneh membahana yang membuat bulu kuduk mereka merinding. Yogi mulai membaca mantera. Tapi, bukannya berhenti malah jeritan itu semakin keras saja.
Heri mulai penasaran, dia menyoroti beberapa lukisan aneh dengan senternya. Dari pengamatannya, Heri dapat menemukan kunci dari rahasia lukisan yang menampilkan bintang bersinar kebawah dengan lima sinar memancar. Ternyata, ada lima pintu lagi dibawah lukisan itu berjumlah lima buah.
Keanehan semakin menjadi, ketika seorang wanita tua keluar dari balik salah satu pintu. Lusi menjerit ketakutan melihat penampakan itu. Anehnya wanita tua itu malah memberinya lusi permen. Wanita itu bercerita tentang masa lalu hidupnya. ternyata kabar angin itu tidak benar. Puri itu dihuni para gelandangan, yang kini sedang memproduksi permen untuk menafkahi hidup mereka.
Wanita itu lalu memanggil semua anaknya yang berjumlah enam orang. Dengan malu dan sungkan, anak-anak yang tampak tak terurus itu berkenalan dengan Heri cs. Rasa iba segera timbul di hati Heri dan kawan-kawannya, saat melihat penampilan mereka yang kurus, dekil, penyakitan, dan tak memiliki rumah. Ternyata dibalik semua keterbatasan hidup, merekalah yang membuat permen bermerek 122 yang sangat disukai Lusi. Mereka menempati puri tua itu dengan diam-diam dan menyebarkan gossip tentang hantu setan gundul. Dengan demikian, mereka bisa bekerja dan hidup dengan tenang, tanpa harus mengganggu dan merepotkan penduduk sekitarnya.
Ternyata para penghuni puri angker tersebut cukup ramah dan menyenangkan untuk diajak berteman. Tak terasa Heri dkk. Telah seharian berada di puri angker. Matahari telah tergelincir di barat, menandakan malam segera menjelang. Heri dan gengnya harus pulang ke rumah masing-masing. Sebelum pulang tak lupa Yohanes memberikan uang sebagai tambahan modal produksi permen 122 yang mereka sukai. Mereka juga berjanji akan tetap berteman dan sering berkunjung ke puri angker.
Kini semua telah berubah, seiring dengan berjalannya waktu dalam untaian yang panjang untuk masa depan. Pabrik permen itu telah menjadi sumber pokok kehidupan dari wanita tua dan anak-anaknya. Heri cs pun kini lega dapat mengungkap segala misteri di puri angker tersebut.
LEMBAR KERJA SISWA
KELOMPOK I
Alat dan Bahan:
1. Teks cerita “Peri dan Hutan Berkabut”
Nama kelompok:
1. Bagus
2. Tusi
3. Devita
4. Sinta
5. Aditya
6. Nuri
Kerjakan soal-soal di bawah Ini dengan benar!
1. Nasihat apa yang selalu di sampaikan oleh ibunya pada saat Sheila bermain?
2. Siapa nama sahabat Sheila dari negeri peri?
3. Apa rahasia dibalik hutan barkabut?
4. Hukuman apa yang diberikan Raja Peri kepada Sheila?
5. Coba ceritakan secara ringkas mimpi apa yang dialami Sheila?
Jawaban:
1. Jangan bermain hutan jauh-jauh
2. Pio, Plea, Plop
3. di hutan berkabut ada negeri peri yang tidak boleh diketahui manusia
4. direbus di dalam bak air tertutup selama 30 menit
5. waktu itu ia bermimpi pergi kehutan berkabut lalu bertemu dengan 3 orang peri, peri itu bernama plio, plea dan plop. Sheila ingin pergi ke negeri peri dan bertemu dengan sahabat peri. Sheila bermain dengan gembira lalu raja peri datang dan penyamaran Sheila berakhir lalu hukuman yang diberikan raja untuk Sheila adalah direbus dalam bak air tertutup selama 30 menit namun Sheila tidak merasakan panas sedikitpun lalu Sheila terjaga dari tidurnya. Mimpi yangdialami Sheila adalah pergi ke negeri peri.
LEMBAR KERJA SISWA
KELOMPOK II
Alat dan Bahan:
1. Teks cerita “Kera dan Kura-kura”
Nama kelompok:
1. M. Rizal
2. Suwarno
3. Elco
4. Puput
5. Lia
6. Lita
Kerjakan soal-soal di bawah Ini dengan benar!
1. Kelebihan apa yang dimiliki oleh sahabat kera?
2. Apa yang dilakukan kera sesampainya di bawah pohon pisang?
3. Pelajaran apa yang diberikan kura-kura pada kera?
4. Hikmah apa yang diambil kera atas kesalahan yang pernah diperbuatnya?
5. Coba simpulkan cerita dari isi bacaan yang telah kalian baca?
Jawaban:
1. Ia mengetahui pohon yang berbuah lebat dan besar
2. Ia memakan pisang, tanpa memikirkan kawannya yang menunggu di bawah pohon pisang
3. Kura-kura menyuruh kera untuk memanjat pohon nangka dan memukul buah nangka yang berbunyi buk-buk lalu jatuhlah buah nangka yang muda, padahal buah nengka yang diberikan kepada kura-kura buah nangka yang matang
4. Bahwa dia tidak boleh mengingkari janji
5. Ada seekor kera yang berkawan dengan kura-kura, suatu ketika perut kera terasa keroncongan, lalu ia bertanya kepada kawannya dimana tempat pohon pisang itu berada, ketika kura-kura dan kera sampai di tempat yang dituju kera mengingkari janjinya, keesokan harinya perut kera terasa lapar, kura-kura bersembunyi kerapun berteriak, akhirnya kura-kurapun merasa kasihan. Lalu ia mengantarnya ketempat pohon nangka, akhirnyapun sesampainya di pohon nangka, kura-kura memberi pelajaran kepada kera, kera pun akhirnya sadar.
LEMBAR KERJA SISWA
KELOMPOK III
Alat dan Bahan:
1. Teks cerita “Kepercayaan itu Mahal Harganya”
Nama kelompok:
1. Kanda
2. Putri
3. Reza
4. Fidia
5. Asih
Kerjakan soal-soal di bawah Ini dengan benar!
1. Kesedihan apa yang dialami Roni setelah ayahnya meninggal?
2. Pekerjaan apa yang di berikan Pak Haji kepada Roni?
3. Sudah berapa lama Roni bekerja disana dan apa saja yang dijual di kios milik Pak Haji?
4. Apa saja bantuan yang diberikan Pak Haji kepada Roni?
5. Kesalahan apa yang diperbuat roni sehingga ia di interogasi oleh Pak Haji, dan apa yang membuatnya melakukan kesalahan itu, padahal Pak Haji telah memberi kepercayaan kepada dirinya?
Jawaban:
1. Sepanjang hari ia menangis
2. Menjaga kios dan AWartel milik Pak Haji Karim
3. 5 Bulan dan yang dijual berbagai jenis rokok, air minum mineral, dan majalah Koran
4. Membayar uang sekolah roni dan uang jajan roni
5. Ia mengurangi uang tagihan rekening, ia melakukan itu karena ibunya sedang terkena penyakit jantung dan membutuhkan uang jutaan rupiah untuk menyembuhkan ibunya dan setelah itu ia bertobat dan mengakui kepercayaan itu mahal harganya
LEMBAR KERJA SISWA
KELOMPOK IV
Alat dan Bahan:
1. Teks cerita “Misteri Puri Menyeramkan”
Nama kelompok:
1. Nina
2. Mamat
3. Seli
4. Ali
5. Rizal B
6. Baidowi
Kerjakan soal-soal di bawah Ini dengan benar!
1. Apa yang membuat Heri cs ingin menyelidiki keanehan puri angker yang terletak di RT 3?
2. Kejadian apa saja yang dialami Heri cs setelah masuk dari puri?
3. Dengan cara apa wanita tua itu menafkahi ke enam anaknya itu?
4. Apa yang dilakukan Yohanes sebelum meninggalkan puri angker itu?
5. Misteri apa yang dapat di ungkap oleh Heri cs di puri angker tersebut?
Jawaban:
1. Karena menurut kabar angin puri itu dihuni setan-setan gundul
2. Menemukan kunci di balik lukisan yang memancarkan 5 cahaya
3. Memproduksi permen yang bermerk 122
4. memberi sedikit uang untuk di buat modal
5. Heri cs menemukan kebenaran di balik “Misteri Puri Menyeramkan” bahwa puri itu tidak dihuni oleh setan-setan gundul
Nama : Aditya Putra Samudra
Judul : Peri dan Hutan Berkabut
Berilah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara menyilangnya (x).
1. Apakah pada waktu bertemu peri, Sheila merasa takut?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah setiap bermain kehutan Sheila selalu mengingat pesan orang tuanya?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah setiap bermain kehutan Sheila selalu membawa makanan dan menghabiskannya?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah teman Sheila bernama Pleno, Plea, dan Plop?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Sheila dapat mengingat kalau dia pernah bermain bersama peri di hutan berkabut?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah peri yang lain tidak suka kedatangan Sheila di dunia perinya?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah raja mengampuni kesalahan Sheila sehingga Sheila tertidur lelap di tempat tidur kesayangannya?
a. Ya b. Tidak
Nama : Nur Lailya
Judul : Kera dan Kura-kura
Berilah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara menyilangnya (x).
1. Apakah kura-kura menjauh bila kera datang?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah kera selalu ingat dan membagi makanannya kepada kura-kura?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah kera mempunyai kelebihan lewat mimpinya?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah kera meninggal akibat kelaparan?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah kera tidak tahu kalau dia dibohongi kura-kura pada saat mengambil buah nangka muda?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah kera menyesal telah berbuat curang pada kura-kura?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah kera dapat menemukan pohon yang lebat buahnya melalui mimpinya?
a. Ya b. Tidak
Nama : Fidia Apriani
Judul : Keperceyaan Itu Mahal Harganya
Berilah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara menyilangnya (x).
1. Apakah Roni dapat melanjutkan sekolah meskipun ayahnya telah meninggal dunia?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Pak Hji sangat kejam terhadap Roni?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah roni diberi kepercayaan oleh Pak Haji?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah roni dapat leluasa memakai telepon yang sedang dijaganya?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah Roni selalau jujur dalam pencatatan pembukuan wartel?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Pak haji dapat memaafkan kesalahan yang telah dilakukan Roni?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah roni tidak menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukannya?
a. Ya b. Tidak
Nama : M. Rizal Budi
Judul : Misteri Puri Menyeramkan
Berilah salah satu jawaban dibawah ini dengan cara menyilangnya (x).
1. Apakah Heri merasa takut berada di dalam Puri?
a. Ya b. Tidak
2. Apakat terjadi penampakan di dalam puri?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah benar di dalam puri terdapat setan-setan gundul?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah di dalam puri di huni lebih dari 6 orang?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah penghuni puri itu mengusir Heri dkk?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah Heri dkk menginap di dalam puri itu?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah di dalam puri itu memproduksi suatu makanan yang sangat disukai anak-anak termasuk lusi?
a. Ya b. Tidak
ANGKET PEMBELAJARAN KOOPERATIF
PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Nama : Baidowi
Kelas/ absent :VI/ 23
Petunjuk pengerjaan angket
1. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban dibawah ini.
2. Isilah sesuai dengan pendapat anda.
3. selamat mengerjakan.
Soal-soal
1. Apakah anda senang dengan pembelajaran bahasa Indonesia?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah anda senang mendenganrkan cerita?
a. Ya b. tidak
3. Apakah anda senang membaca cerita?
a. Ya b. Tidak
4. Dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang diberikan oleh guru, apakah anda mengerjakan dengan sungguh-sungguh?
a. Ya b. Tidak
5. Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia apakah anda memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru?
a. Ya b. Tidak
6. Jika diberi tugas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia apakah anda sering mencontoh hasil pekerjaan teman sebangkumu?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda bosan terhadap mata pelajaran Bahasa iondonesia yang disampaikan oleh gurumu?
a. Ya b. Tidak
8. Jika diberikan tugas oleh guru apakah anda langsung mengerjakannya?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah anda sering menyalin catatan dari temanmu?
a. Ya b. Tidak
10. Jika anda mendapat soal ulanagn Bahasa Indonesia, apakah anda melihat pekerjaan temanmu?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah anda memahami isi cerita yang telah anda baca?
a. Ya b. Tidak
12. Jika mengalami kesulitan apakah anda sering mengajukan pertanyaan pada guru anda?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah anda sering membolos terutama pada mata pelajaran Bahasa Indonesia?
a. Ya b. Tidak
Rencana Pembelajaran
Satuan Pendidikan : SD & MI
Mata Pelajaran : SAINS
Kelas/ Semester : II/ I
Alokasi Waktu : 2 X 35 menit
Standar Kompetensi : siswa memahami bagian-bagian utama tubuh hewan dan tumbuhan, pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat hidup makhluk hidup.
A. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan bagian-bagian yang tampak pada hewan dan tumbuhan disekitar rumah dan sekolah.
B. Hasil Belajar
Mengidentifikasi bagian-bagian utama tumbuhan disekitar.
C. Indikator
1. Siswa dapat membuat daftar bagian-bagian utama tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, dan buah).
2. Siswa dapat menggambar bagian-bagian utama utama tumbuhan secara sederhana.
3. Siswa dapat membandingkan tumbuhan berbungan atau tidak berbunga.
D. Materi Pokok
Bagian-bagian tubuh tumbuhan
E. Model Pembelajaran/ Metode Pembelajaran
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab
3. Metode diskusi
4. metode penugasan
F. Sumber Pembelajaran
1. Depdiknas. 2003. kurikulum SAINS SD & MI. 2004
Jakarta: Depdiknas.
2. Sunarto, Rachman. SAINS Sahabatku 2 untuk kelas 2.
Bandung: Ganeca Exact.
3. Tim Penulis. Rona cakrawala untuk SD & MI kelas IIa.
Mitra karya.
G. Alat dan Bahan
Alat peraga berupa gambar bagian-bagian utama tumbuhan yang digambar pada kertas karton.
H. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal ( 5 menit )
a. Guru melakukan apersepsi, misalnya: tumbuhan Apa saja yang bemiliki buah?
2. Kegiatan Inti ( 55 menit )
a. Guru memasang alat peraga pada papan tulis.
b. Guru mejelaskan bagian-bagian utama pada tumbuhan.
c. Guru menjelaskan kegunaan buah.
d. Guru menjelaskan kegunaan bunga.
e. Guru menjelaskan kegunaan daun.
f. Guru menjelaskan kegunaan batang
g. Guru menjelaskan kegunaan akar.
h. Guru memberika contoh tumbuhan berbunga dan tidak berbunga
i. Siswa diminta menggambar bagian-bagian tumbuhan.
j. Guru memberi tugas kepada siswa.
3. Kegiatan Akhir ( 10 menit )
a. Guru bersama siswa mencocokkan hasil pekerjaan yang telah di kerjakan oleh siswa.
b. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang telah dipelajari.
c. Guru mengakhiri pelajaran.
I. Evaluasi
1. Tes awal = Siswa dapat menggambar bagian-bagian utama tumbuhan.
2. Tes akhir = Ssiswa dapat mengelompokkan/ menggolongkan tumbuhan berbunga/ tidak berbunga.
Soal !
Tulislah apakah bunga-bunga berikut ini termasuk tumbuhan berbunga/ tidak berbunga serta diskusikan dengan teman sebangkumu!
No. Nama Tumbuhan berbunga/ tidak berbunga
1.
2.
3.
4.
5.
Mawar
Anggrek
Jamur
Melati
Suplir
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
………………………………………….
Isilah titik-titik dibawah ini dengan benar!
1. Jamur merupakan tumbuhan yang …..
2. Guna akar bagi tumbuhan adalah ….
3. Bagian utama tumbuhan adalah ….
4. Tumbuhan yang mempunyai bunga disebut …
5. gambar disamping adalah daun berbentuk …
6. yang membantu tanaman berdiri adalah ….
7. Bagian tumbuhan tempat untuk membuat makanan adalah ……
8. Bagian tumbuhan pada gambar disebut …..
9. Contoh bunga yang dapat dipakai sebagai hiasan adalah …….
10. Melati termasuk tanaman yang …….
Kunci Jawaban!
1. Mawar : Tumbuhan berbunga
2. Anggrek : Tumbuhan tidak berbunga
3. Jamur : Tumbuhan tidak berbunga
4. Melati : Tumbuhan berbunga
5. Suplir : Tumbuhan tidak berbunga
1. Tidak berbunga
2. Memperkokoh berdirinya tumbuhan
3. Akar
4. Tumbuhan berbunga
5. Panjang dan tajam
6. Batang
7. Daun
8. Bunga
9. Anggrek, Mawar
10. Berbunga
Materi Pokok
Bagian utama tumbuhan
Bagian utama tumbuhan adalah batang, daun, akar, bunga, dan buah.
Tanaman memiliki akar yang menahan batang tanaman di dalam tanah. Tanaman mempunyai batang yang membantu tanaman agar berdiri.
Buah berguna untuk tempat menyimpan cadangan makanan.
Bunga berguna untuk sebagai alat perkembangbiakan
Daun berguna untuk tempat mengolah makanan
Batang berguna tempat tumbuh daun
Akar berguna untuk memperkokoh berdirinya tumbuhan
Bentuk daun berbeda-beda ada 3 contoh bentuk daun
Beberapa tumbuhan memiliki bunga dan disebut tumbuhan berbunga,
Bentuk berbunga bermacam-macam,ada warna,bunga.
Contoh tumbuhan berbunga,misalnya : mawar,anggrek,melati,dll
Contoh tumbuhan tidak berbunga,misalnya : jamur,cocor bebek.
Rencana Pembelajaran
Satuan Pendidikan : SD & MI
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/ Semester : V/I
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit
Standar Kompetensi : Melakukan operasi bilangan bulat dan pecahan, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
A. Kompetensi Dasar
Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
B. Hasil Belajar
Menghitung perpangkatan dan akar
C. Indikator
1. Siswa dapat menunjukkan satuan lusin, kodi, gros, dan lain-lain.
2. Siswa dapat menjelaskan akar pangkat dalam satuan lusin.
3. Siswa dapat menjelaskan akar pangkat dua dalam satuan gros.
4. Siswa dapat menjelaskan akar pangkat dua dalam satuan rim.
D. Materi Pokok
Memecahkan masalah sehari-hari yang melibatkan akar pangkat dua dan bilangan berpangkat dua.
E. Model Pembelajaran/ Metode Pembelajaran
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab
3. Metode penugasan
F. Sumber pembelajaran
1. Depdiknas. 2003. kurikulum matematika SD & MI 2004.
Jakarta : Depdiknas
2. Zulkifi mulya. Matematika SD Kelas 5
Bandung : PT. Sarana panca karya nusa
3. Tim penulis. Rona cakrawala untuk SD & MI kelas Va.
Mitra karya.
G. Langkah-langakh pembelajaran
1. Kegiatan awal ( 10 menit )
- guru melakukan apersepsi, misalnya : guru mengulang pelajaran
yang telah diajarkan sebelumnya.
2. Kegiatan Inti ( 60 menit )
- guru menjelaskan hubungan antar satuan = lusin,kodi,gros,dan rim
- guru memberi contoh soal akar pangkal dalam satuan lusin
- guru memberi contoh soal akar pangkat dalam satuan kodi
- guru memberi contoh soal akar pangkat dalam satuan gros
- guru memberi contoh soal akar pangkat dalam satuan rim
- guru memberi tugas kepada siswa
3. Kegiatan akhir ( 10 menit )
- guru bersama siswa membahas tugas yang telah diberikan guru.
- guru memberikan PR kepada siswa
- guru memberikan pesan moral kepada siswa
- guru mengakiri pelajaran
H. Evaluasi
Jenis tes = tulis
Bentuk = subjektif
Soal !
1. Ardi memiliki 5 kodi celana. Berapah jumlah celana ardi seluruhnya ?
2. sendok ibiu santi 1 gros. Berpa lusin sendok ibu santi ?
3. Setiap plastik terdapat 7 roti. Sari memiliki 7 plastik Berarti roti sari seluruhnya ?
4. Setiap ikat nanas terdapat 5 buah. Kalau ada 5 ikat, Berapa buah nanas seluruhnya ?
5. Setiap kerdus terdapat 6 pindang,ibu yanti memiliki 6 kardus. Berapa ikan pindang ibu yanti ?
Jawaban:
1.) 1kodi = 20 buah
5 kodi = 5 X 20 buah =100 buah
Jadi jumlah celana andi 10 X 10 = 100 buah
2.) 1 gros = 12 lusin
1 gros = 1 X 12 lusin = 12 buah
Jadi sendok ibu santi = 12 buah
3.) 1 plastik = 7 roti
7 plastik = 7 X 7 roti = 49 roti
Jadi roti sari 7 X 7 = 49 roti
4.) 1 ikat nanas = 5 buah
5 ikat nanas = 5 X 5 buah = 25
Jadi buah nanas 5 X 5 = 25 buah
5.) 1 kardus = 6 ikan pindang
6 kardus = 6 X 6 ikan pindang = 36
Jadi ikan pindang 6 X 6 = 36 ikan pindang
Materi Pokok
Memecahkan masalah sehari-hari
yang melibatkan akar pangkat dan bilangan berpangkat dua
1. Ibu membeli piring ditoko amin 12 lusin ,Berapa buah gelas yang dibeli itu ?
Jawab :
1 lusin = 12 buah
12 lusin = 12 x 12 buah = 144
Jadi, jumlah gelas 12 =144 buah
2. Sandi membeli 6 kodi kocos, Berapa jumlah kaos santi seluruhnya ?
Jawab :
1 kodi = 20 buah
6 kodi = 6 x 20 buah = 120 buah
Jadi,jumlah kaos seluruhya = 120 buah
3. Ibu membeli gelas 1 gros, Berapa lusin gelas ibu ?
Jawab :
1 gros = 12 lusin
1 lusin = 12 buah
1 gros = 1 x 12 buah = 12 buah
Jadi,jumlah gelas = 12 buah
4. Ani 5 rim keryas HVS . Berapa jumlah kertas HVS
Jawab :
1 rim = 500 lembar
5 rim = 5 x 500 lembar = 2500 lembar
Jadi,jumlah kertas HVS 50 = 2500 lembar
Rencana Pembelajaran
Satuan Pendidikan : SD & MI
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : V/ I
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit
Standar Kompetensi : Mampu memahami ragam/ teks bacaan dengan berbagai cara/ teknik membacamelalui membacakan teks untuk orang lain, membaca intensif berbagai teks serta membaca novel anak, cerita rakyat, dan cerita lama yang masih popular.
A. Kompetensi Dasar
Membaca novel anak.
B. Hasil Belajar
Membava novel anak, menjelaskan isi dan menyimpulkan amanatnya.
C. Indikator
1. Siswa dapat menjawab pertanyaan tentang isi cerita dalam novel anak-anak.
2. Siswa dapat menjelaskan amanat yang terkandung dalam novel anak.
3. Siswa dapat menceritakan kembali isi cerita dalam novel anak-anak secara lisan atau tertulis.
D. Materi Pokok
Majalah anak.
E. Model Pembelajaran/ Metode Pembelajaran
1. Metode ceramah
2. Metode Tanya jawab
3. Metode diskusi
4. Metode penugasan
5. Model Kooperatif
F. Sumber Pembelajaran
1. Depdiknas. 2003. kurikulum Bahasa Indonesia SD & MI 2004.
Jakarta: Depdiknas.
2. Majalah anak Indonesia mentari edisi 254.
Jawa pos group.
G. Alat dan Bahan
1. Teks cerita ; peri dan hutan berkabut, kera dan kura-kura, misteri puri yang menyeramkan, dan kepercayaan itu sangat mahal harganya ( terlampir )
2. Lembar kerja siswa yang ditulis pada kertas HVS ( terlampir )
H. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Pra pembelajaran ( 5 menit )
a. Guru mengecek daftar kehadiran siswa.
2. Kegiatan awal ( 5 menit )
a. Guru melakukan apersepsi, misalnya: guru bertanya kepada siswa majalah anak apa yang sering kalian baca? Dan biasanya yang kalian baca tentang artikel apa?
3. Kegiatan inti ( 45 menit )
a. Siswa diminta guru menyimak serta memahami isi cerita yang akan dibacakan oleh guru.
b. Guru bertanya jawab kepada siswa tentang isi bacaan yang telah dibacakan oleh guru.
c. Guru bersama siswa menyimpulkan isi bacaan yang telah dibacakan oleh guru.
d. Guru membentuk kelompok.
e. Guru membagi teks cerita kepada masing-masing kelompok
f. Guru meminta siswa membaca teks cerita dalam hati.
g. Guru memberi tugas kepada siswa.
4. Kegiatan Akhir ( 25 menit )
a. Guru meminta salah satu perwakilan kelompok untuk mengumpulkan hasil pekerjaannya.
b. Guru memberikan soal kepada masing-masing siswa dan diminta menjawab dengan benar.
c. Guru membagikan angket kepada siswa.
d. Guru mengakhiri pelajaran
I. Evaluasi
1. Tes awal = Tes tulis
2. Tes akhir = Angket

MENUJU PEMBELAJARAN INOVATIF, Blog ini berisi naskah-naskah pembelajaran, proposal-proposal penelitian, artikel-artikel inovasi, dan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran di SD. Saya sangat berterima kasih atas tanggapan/komentar, diskusi-diskusi, dan kritik yang membangun guna perbaikan blog ini.
Translate
Senin, 22 September 2008
Teknik Penulisan Karya Ilmiah
TEKNIK PENULISAN KARYA ILMIAH
1. Pendahuluan
Teknik penilisan karya ilmiah perlu mengikuti suatu aturan yang berlaku. Terdapat dua cara yang dapat di¬ikuti, yaitu model Turabian (1973) dan model American Psychological Association [APA] (1988). Model Turabian menggunakan catatan kaki (footnote) untuk menunjukkan referensi, dan menggunakan istilah-istilah ibid, op cit, dan loc cit. Apabila pengetikan masih menggunakan mesin tulis, model Turabian lebih sulit dilaksanakan karena harus selalu menghitung jumlah baris dari bawah yang harus disediakan untuk menulis catatan kaki. Akan tetapi, pro-gram pengolah kata (word processor) tertentu, dapat membantu dan memudahkan tugas pengetikan.
Cara yang lebih praktis, baik menggunakan mesin tulis biasa maupun pengolah kata, adalah model yang ditetapkan oleh APA. Model ini digunakan dalam penulisan artikel untuk jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh lembaga ini. Jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh The National Association of Social Work¬ers (NASW) seperti Social Work dan Social Work Research & Abstracts juga sudah menggunakan cara ini.
Model APA tidak menggunakan catatan kaki seperti dalam model Tura¬bian, tetapi setiap referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun penerbit¬an. Jika kutipan merupakan kutipan langsung, artinya kata demi kata diambil dari sumbernya, ditunjukkan juga nomor halaman sumbernya. Jika nama penulis yang dikutip sudah termasuk dalam uraian, maka untuk menunjuk¬kan referensi cantumkan tahun penerbitan dalam tanda kurung langsung se¬telah nama penulis tersebut. Jika nama penulis tidak termasuk dalam uraian, maka referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun dalam tanda kurung yang dibatasi oleh koma. Pada akhir kutipan langsung, dicantumkan nomor halaman dalam tanda kurung. jika nama penulis tidak disebutkan dalam uraian, pada akhir kutipan langsung, referensinya ditunjukkan dengan me¬nyebut nama, tahun terbitan, dan nomor halaman yang semuanya di dalam tanda kurung.
Dengan model APA ini, kunci referensinya adalah pada daftar pustaka. Oleh karena itu, penunjukan referensi dalam uraian dan daftar pustaka harus bersesuaian. Setiap nama yang merupakan referensi dalam uraian harus muncul pada daftar pustaka, kecuali referensi sebagai hasil komunikasi pribadi. Cara penulisan sumber referensi pada daftar pustaka membedakan sumber yang berbeda. Suatu bab dari buku yang diedit dicantumkan secara berbeda dari buku yang ditulis oleh seorang penulis. Demikian juga penulisan sumber suatu artikel dari suatu jurnal terlihat jelas berbeda dengan penulisan sumber yang lain.
2. Tata Tulis
Penulisan ilmiah di samping harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, juga harus dapat menggunakan bahasa itu sebagai sarana komunikasi ilmu. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulis-menulis, harus pula ditunjang oleh penerapan peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.
Di samping penggunaan bahasa, penulis dituntut untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang berhubungan dengan teknik penulisan ilmiah. Persyaratan itu menyangkut cara mengutip, cara membuat catatan kaki, cara menyingkat catatan kaki, dan cara menyusun sumber bacaan menjadi daftar bacaan.
2.1 Ejaan dan Tanda Baca
Gagasan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka lebih mudah atau lebih cepat dipahami daripada secara tertulis. Hal ini disebabkan, dalam baha¬sa lisan faktor gerak-gerik, mimik, intonasi, irama, jeda, serta unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut memperlancar. Unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak ter¬dapat di dalam bahasa tulis. Ketiadaan itu menyulitkan komunikasi dan mem¬berikan peluang untuk kesalahpahaman. Di sinilah ejaan dan pungtuasi (tanda¬tanda baca) berperan sampai batas-batas tertentu, menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas gagasan atau pesan. Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh ini tidak menggunakan tanda baca dan huruf kapital.
kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma--norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan biasanya dilakukan oleh sebagian terbesar warga masyarakat atau penguasa yang menjadi wakil-wakil masyarakat seharusnya ada suatu keserasian pendapat antara kedua unsur tersebut walaupun tidak mustahil terjadi perbedaan tersebut mungkin timbul karena kedua unsur tadi tidak sepakat mengenai kepentingan-kepentingan pokok yang harus dilindungi.
Dapatkah pembaca memahami tulisan di atas? Mungkin dapat, tetapi agak sulit.
Cobalah baca kembali!
Kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan, biasanya dilakukan oleh sebagian besar warga masyarakat atau pe¬nguasa yang menjadi wakil-wakil masyarakat. Seharusnya ada suatu kese¬rasian pendapat antara kedua unsur tersebut, walaupun tidak mustahil ter¬jadi perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut mungkin timbul, karena ke¬dua unsur tadi tidak sepakat mengenai kepentingan-kepentingan pokok yang harus dilindungi.
Kita dapat melihat, tulisan yang sudah diberi pungtuasi dan diperbaiki ejaannya, lebih mudah dan lebih cepat dipahami. Itulah sebabnya, kemam¬puan dalam menerapkan ejaan dan pungtuasi sangat dituntut dalam tulis¬ menulis.
2.2 Pemakaian dan Penulisan Huruf, Penulisan Kata, Tanda Baca, serta Penulisan Unsur Serapan
(lihat lampiran: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah)
3. Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik Penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah, serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari ilmu pengetahuan yang digunakan dalam penulisan. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang teknik notasi ilmiah. Di samping itu juga akan dijelaskan cara menyusun sumber pustaka de¬ngan mentabulasikan semua sumber bahan yang dibaca, baik yang sudah di¬publikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
3.1 Kutipan dan Catatan Kaki
3.1.1 Kutipan
Menyisipkan kutipan-kutipan dalam sebuah tulisan ilmiah bukanlah merupakan suatu keaiban. Tidak jarang pendapat, konsep, dan hasil pene-litian dikutip kembali untuk dibahas, ditelaah, dikritik, dipertentangkan, atau diperkuat. Dengan kutipan sebuah tulisan akan terkait dengan pene-muan-penemuan atau teori-teori yang telah ada. Namun demikian, kita hanya mengutip kalau memang perlu. Janganlah tulisan kita itu penuh dengan kutipan. Di samping itu kita harus bertanggung jawab penuh ter-hadap ketepatan dan ketelitian kutipan, terutama kutipan tidak langsung.
Dalam uraian sebelumnya sudah dipelajari bagaimana mencatat bahan¬-bahan dari buku dalam kartu informasi. Bahan-bahan tersebut mungkin di-cantumkan dalam tulisan sebagai kutipan. Kutipan ini dapat berfungsi se-bagai: a. Landasan teori, b. Sebagai penjelasan, c. Penguat pendapat yang dikemukakan penulis. Kutipan terdiri atas kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Yang masing-masing dibagi lagi atas kutipan panjang dan kutipan pendek
1) Kutipan Langsung
a) Kutipan Langsung Panjang
Kutipan langsung yang lebih dari tiga baris ketikan disebut kutipan langsung panjang. Kutipan semacam ini tidak dijalin dalam teks, tetapi diberi tempat tersendiri. Kutipan langsung panjang diketik dengan jarak baris satu spasi tunggal pada garis tepi baru yang jaraknya empat ketukan huruf dari garis margin. Indensi dari kalimat pertama tujuh ketukan dari garis tepi (margin) atau tiga ketukan dari garis tepi yang baru. Ingat, kutipan langsung panjang tidak diapit dengan tanda kutip.
Contoh:
. . . Banyak batasan yang telah dikemukakan mengenai pengertian definisi. Keraf, misalnya mengemukakan:
Definisi pada prinsipnya adalah suatu proses menempatkan suatu objek yang akan dibatasi ke dalam kelas yang dimasukinya (berarti klasifikasi lagi), dengan menyebutkan ciri-ciri yang membedakan objek tadi dari anggota-anggota kelas lainnya.
b) Kutipan Langsung Pendek
Kutipan langsung dapat digolongkan ke dalam kutipan langsung pendek kala,u tidak melebihi tiga baris ketikan. Kutipan ini cukup di¬jalin ke dalam teks dengan meletakkannya di antara dua tanda petik.
Contoh:
Mengenai kalimat efektif Anton M. Moeliono mengemukakan, "Kalimat yang efektif dapat dikenal karena ciri-cirinya yang ber¬ikut: keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan keringkasan."
Mengutip Sanjak
Untuk kutipan langsung pendek, baris-baris dari sanjak d,ijalin ke dalam teks dan diletakkan di antara dua tanda kutip. Apabila kutipan lebih dari dua baris, tiap-tiap baris dipisahkan dengan garis miring
Contoh:
Putu Arya Tirtawirya dengan tanya yang sahaja menyiratkan juga sikap religius, menyerah kepada-Nya. "Apa yang kau cari hatiku, si anak penakut/Resah jemari menguak Kitab/yang memantulkan Spektra hati yang paling dalam/Memancar dari Dia yang paling Kudus."
Kutipan langsung yang panjang untuk sanjak dengan sendirinya ti¬dak dapat dijalin ke dalam teks. Sanjak dikutip seperti bentuk aslinya dan diletakkan di tengah-tengah, tanpa tanda petik.
2) Kutipan Tidak Langsung
Seorang ilmuwan dituntut untuk mampu menyatakan pendapat orang lain dalam bahasa ilmuwan itu sendiri yang mencerminkan ke¬pribadiannya. Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri. Jadi, yang dikutip hanyalah pokok-pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dari se¬buah tulisan, kemudian dinyatakan dengan bahasa sendiri. Walaupun yang dikutip dari bahasa asing, tetapi tetap dinyatakan dengan bahasa Indonesia.
a) Kutipan Tidak Langsung Panjang
Kutipan tidak langsung (parafrase) sebaiknya dilakukan sependek mungkin, diperas sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari satu pa¬ragraf. Namun, karena sesuatu hal kutipan tidak langsung dapat melebihi satu paragraf. Kutipan tidak langsung yang lebih dari satu paragraf inilah yang disebut kutipan tidak langsung yang panjang.
Untuk parafrase yang lebih dari satu paragraf ini menimbulkan kesulitan bagaimana mengidentifikasi bahwa paragraf-paragraf itu me¬rupakan kutipan, karena gaya penulisannya sama dengan gaya.penulis. Untuk mengatasi kesulitan ini, yaitu dengan menyebutkan nama penu¬lis yang dikutip pada permulaan parafrase dan memberikan angka ca¬tatan kaki pada akhir kalimat parafrase.
Contoh:
Bagaimana ujud penalaran ilmiah itu di dalam pelaksanaannya? Berikut ini dikemukakan penjelasan Shurter dan Pierce.
Penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip/sikap yang berlaku umum atau suatu kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induk tif mungkin merupakan generalisasi, analogi atau hubungan kausal. Ge¬neralisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejum¬lah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan menge¬nai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, infe¬rensi tentang kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarkan kebe¬naran gejala khusus yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara gejalagejala yang mengikuti pola sebab-akibat.
Penalaran deduktif adalah penalaran untuk menarik kesimpulan yang bersifat individual/khusus dari suatu prinsip atau sikap yang ber¬laku umum. Penalaran itu mencakup bentuk silogisme, yaitu bentuk penalaran deduktif formal untuk menarik kesimpulan dari premis ma¬yor dan premis minor. Kesimpulan di dalam silogisme selalu harus le¬bih khusus dari premis-premisnya. Bentuk penalaran deduktif lainnva ialah entimem, yaitu bentuk silogisme yang dihilangkan salah satu pre¬misnya. Di dalam kehidupan sehari-hari bentuk inilah vang lebih ba¬nyak dipergunakan.
b) Kutipan Tidak Langsung Pendek
Parafrase yang terdiri dari satu paragraf disebut pendek. Sebaiknya parafrase pendek ini disediakan tempat tersendiri, tidak dibaur dengar teks. Akan lebih balk lagi parafrase itu diambil dari satu sumber. Akan tetapi jika ide, pendapat, atau kesimpulan yang dikutip itu berasal dari bermacam-macam sumber dan sangat mirip satu sama lain, lebih balk diparafrasekan dalam satu paragraf dengan menvebutkan semua sum¬bernya dalam satu paragraf.
Contoh:
Muass(1975) mengadakan penelitian untuk menjawab masalah apakah perkembangan pemikiran operasional formal tidak dapat dipercepat melalui pengajaran seperti yang mula-mula dikemukakan Piaget. Dari penelitiannya Ia menyimpulkan bahwa pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang terarah mempengaruhi struk¬tur pemikiran anak.
Di Indonesia perielitian perkembangan kognitif dengan menggunakan perangkat tugas dari teori Piaget dan perangkat tugas dari Bruner, pernah dilakukan oleh tim penelitian dari Universitas Kris-ten Satya Wacana dengan menggunakan 144 orang sampel dari Sa-latiga.
3) Mengutip dari Kutipan
Mengutip dari kutipan harus dihindari. Tetapi dalam keadaan ter¬paksa, misalnya sulitnva menemukan sumber aslinya, mengutip dari kutipan bukanlah merupakan suatu pelanggaran. Apabila seorang penulis terpaksa mengutip dari kutipan, Ia harus bertanggung jawab terhadap ketidaktepatan dan ketidaktelitian kutip¬an yang dikutip. Selain itu pengutip wajib mencantumkan dalam catatan kaki bahwa Ia mengutip sumber itu dari sumber lain. Kedua sumber itu dituliskan dalam catatan kaki dengan dibubuhi keterangan "dikutip dari".
3.1.2 Catatan Kaki
Pernvataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus dapat mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita harus pula da¬pat mengidentifikasikan media komunikasi ilmiah tempat pernyataan itu dimuat atau disampaikan, misalnya buku, makalah, seminar, lokakarya, majalah, dan sebagainya. Ketiga, harus pula dapat kita identifi¬kasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut serta tem¬pat dan itu tidak diterbitkan, tetapi disampaikan dalam bentuk maka¬lah dalam seminar atau loka karya, maka harus disebutkan tempat, waktu, dan lembaga yang melakukan kegiatan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita, disebut teknik notasi ilmiah. Sebetulnya terdapat bermacam-¬macam teknik notasi ilmiah yang pada dasarnya mencerminkan hakikat dan unsur yang sama, meskipun dinyatakan dalam format dan simbol yang berbeda. Seorang ilmuwan dapat memilih notasi ilmiah yang telah diakui, asalkan dipergunakan secara konsisten. Jangan men-campuradukkan beberapa teknik notasi ilmiah sekaligus, karena hal ini akan membingungkan pembaca. Demikian pula halnya dengan daf¬tar pustaka.
Di bawah ini dapat dipelajari teknik notasi ilmiah yang mempergunakan catatan kaki (footnote). Fungsi catatan kaki ini ialah menun¬jukkan sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang terdapat dalam tulisan kita. Fungsi lain dari catatan kaki ini sebagai tempat bagi catat¬an-catatan kecil yang kalau disatukan dengan uraian akan mengganggu kelancaran penulisan. Jadi, catatan kaki juga berfungsi untuk memberi keterangan tambahan. Tetapi kalau keterangan tambahan ini panjang sekali, sebaiknya dipindahkan ke belakang (lampiran).
Seperti yang sudah dijelaskan dalam uraian sebelumnya, semua kutipan, langsung maupun tidak langsung, harus dijelaskan dari mana sumbernya. Untuk makalah biasanya langsung dicantumkan sumbernya di belakang kutipan dan dituliskan dalam tanda kurung, penga¬rang, tahun, halaman. Sumber yang lengkap tercantum dalam daftar pustaka.
Contoh:
... Sahono Soebroto mengatakan bahwa tugas administrasi negara mencakup semua aspek kehidupan nasional bangsa. (Sahono Soebroto, 1982: 7).
Untuk skripsi, disertasi, atau proyek paper dan buku, sumber di-nyatakan dalam bentuk catatan kaki (footnote).
1) Fungsi
Catatan kaki dicantumkan sebagai pemenuhan kode etik yang berlaku, sebagai penghargaan terhadap karya orang lain.
2) Pemakaian
Catatan kaki dipergunakan sebagai:
a) pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan penulis yang tercantum di dalam teks atau sebagai petunjuk sumber;
b) tempat memperluas pembahasan yang diperlukan tetapi tidak relevan jika dimasukkan dalam teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula.
c) referensi silang, yaitru petunjuk yang menyatakan pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas dalam tulisan;
d) tempat menyatakan penghargaan atas karya atau data yang diterima dari orang lain.
3) Penomoran
Penomoran catatan kaki dilakukan dengan menggunakan ang-ka Arab (l, 2, dan seterusnya) di belakang bagian yang diberi ca-tatan kaki, agak ke atas sedikit tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu dapat berurut untuk setiap halaman, setiap bab, atau seluruh tulisan. Namun sebaiknya untuk lebih efektif berurut untuk seluruh tulisan.
4) Penempatan
Catatan kaki dapat ditempatkan langsung di belakang bagian yang diberi keterangan (catatan kaki langsung) dan diteruskan de¬ngan teks,
Contoh:
Peranan dan tugas kaum pria berbeda dengan peranan tugas kaum wanita. Sehubungan dengan hal itu, Margaret Mead (1935) berdasarkan penelitiannya di beberapa masyarakat di Papua Nugini, menyatakan bahwa perbedaan itu tidak semata¬mata berdasarkan perbedaan jenis kelamin saja, melainkan ber¬hubungan erat dengan kondisi sosial budaya lingkungannya.
Antara catatan kaki dengan teks dipisahkan dengan garis se-panjang baris. Cara yang lebih banyak dilakukan ialah dengan meletakkannya pada bagian bawah (kaki) halaman atau pada akhir setiap bab.
5) Unsur-Unsur Catatan Kaki
a) Untuk Buku
(1) Nama pengarang (editor, penerjemah), ditulis dalam urutan diikuti koma (,).
(2) Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-kata tugas) dan digarisbawahi.
(3) Nama atau nomor seri, kalau ada.
(4) Data publikasi:
(a) Jumlah jilid, kalau ada
(b) Nomor cetakan, kalau ada
(c) Kota penerbit, diikuti titik dua (:)
(d) Nama penerbit, diikuti koma (,)
(e) Tahun penerbitan c, d, e diletakkan diantara tanda ku¬rung ( ... )
(5) Nomor jilid kalau perlu
(6) Nomor halaman, diikuti titik (.)
b) Untuk Artikel dalam Majalah Berkala
(1) Nama pengarang
(2) Judul artikel, di antara tanda kutip(")
(3) Nama majalah, digarisbawahi.
(4) Nomor majalah jika ada.
(5) Tanggal penerbitan.
(6) Nomor halaman.
6) Catatan Kaki Singkat
a) Ibid. (Singkatan dari Ibidum, artinya sama dengan di atas), untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya. Ditulis dengan huruf besar, digarisba¬wahi, diikuti titik ( . ) dan koma ( , ) lalu nomor halaman.
b) op. cit. (Singkatan dari opere citati, artinya dalam karya yang telah dikutip), dipergunakan untuk catatan kaki dari sumber yang pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki lain dari sumber lain. Urutannya: nama pengarang, op. cit, nomor hala¬man.
c) loc, cit. (Singkatan dari loco citati, artinya tempat yang telah dikutip), seperti di atas tetapi dari halaman yang sama: nama pengarang loc. cit. (tanpa nomor halaman). ,
7) Contoh-contoh
a) Dari Buku
2John Dewey, How We Think (Chicago: Henry Regnery Com¬pany, 1974), p. 75.
3BP3K, Strategi Pengembangan Kekuatan Penalaran (Jakarta Departemen P dan K, 1979), p. 81-95.
4Ibid., p. 15.
5John Dewey, op. cit., p. 18.
6John Dewey, loc.cit.
b) Dari Majalah
7Linus Simanjuntak, "Andaikan Kolam itu Bumi Kita", Suara Alam No. 9 (1980), pp. 17-18.
c) Dari Surat Kabar
8Tajuk Rencana daiam Kompas (Jakarta), 7 Mei 1981.
9 Artikel dalam Sinar Harapan (Jakarta), 29 April 1981.
d) Dari Ensiklopedia
10John E. Bardach, "Fish”, "Encyclopedia Americana (New York: Americana Corporation, 1973), 11, pp. 289-309.
e) Dari Internet
11 Kompas Cyber Media.htm, Jum’at 11 Agustus 2000, 13:32 wib Tips Memilih Nama Domain http://www.kompas.com/kcm/news/0008/11/0038.htm
f) Dari Sumber Yang Belum Dipublikasikan Seperti Tesis, Skrip¬si, Disertasi
12Sabarti Akhadiah, "Pengaruh Materi Pengajaran Bahasa Indonesia, Lokasi Sekolah, dan Jenis Kelamin Terhadap Ke¬mampuan Penalaran Ilmiah Siswa SMP" (Disertasi yang tidak diterbitkan, Fakultas Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 1983, p.36.)
Perlu diketahui bahwa banyak cara yang telah diterapkan sehubungan de-ngan pemakaian dan penulisan kutipan, catatan kaki, dan daftar kepustakaan. Setiap perguruan tinggi menetapkan aturan tertentu mengenai teknik penulisan ini. Meskipun aturan itu mungkin berbeda-beda, namun semua bersepakat untuk menghargai penemuan atau karya orang lain.
3.2 Daftar Pustaka
3.2.1 Tujuan Daftar Pustaka
Daftar pustaka bermaksud mentabulasi atau mendaftarlcan semua sumber bacaan baik yang sudah dipublikasikan seperti buku, majalah, surat kabar, maupun yang belum dipublikasikan seperti paper, skripsi, tesis, dan disertasi. Melalui daftar pustaka ini pembaca dapat mengetahui sumber-sumber apa saja yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah itu tanpa membaca seluruh tulisan terlebih dahulu. Berdasarkan daftar pustaka itu pembaca yang berpengalaman akan dapat mengira mutu pembahasan tulisan tersebut, karena tujuan utama dari daftar pustaka adalah untuk mengidentifikasikan karya ilmiah itu sendiri.
3.2.2 Mengklasifikasi Daftar Pustaka
Suatu karya ilmiah atau skripsi, atau tesis merupakan hasil karya yang mengarah pada satu bidang terteritu. Dengan demikian sumber bahan yang dipakai adalah yang ada hubungan dengan bidang yang dikupas. Sumber semacam ini disebut sumber primer. Dalam karya ilmiah yang menjurus pada satu bidang ini, hampir tidak ada sumber sekundernya. Jadi daftar pustaka secara keseluruhan merupakan sumber primer. Penggolong¬an terhadap daftar kepustakaan seperti ini disebut penggolongan berdasar¬kan bidang, yaitu bidang masalah yang ditelaah.
Selain pembagian/klasifikasi berdasarkan bidang, daftar pustaka dapat diklasifikasikan menurut jenis sumber ini didasarkan pada kelompok: bu¬ku, majalah, surat kabar, jurnal, skripsi, tesis, disertasi. Tetapi pengelom pokan menurut jenis sumber ini akan diperlukan bila daftar pustaka me¬muat lebih dari dua puluh sumber referensi. Daftar pustaka yang kurang dari dua puluh sumber referensi termasuk daftar pustaka yang pendek. Untuk daftar pustaka yang pendek penggolongan sumber referensi menu¬rut jenisnya tidak diperlukan,
3.2.3 Penyeleksian Sumber Referensi
Untuk mempersiapkan bahan dari satu topik tulisan ilmiah biasanya banyak sekali sumber bacaan yang kita baca, terutama yang berhubungan dengan masalah yang kita bahas. Dari semua buku yang kita baca tadi ti dak harus semuanya kita masukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini dise¬babkan karena: (1) Sumber-sumber bacaan ini belum tentu semuanya ter¬masuk sumber bacaan yang baik. Sumber bacaan yang kurang baik tidak akan membantu mutu tulisan ilmiah tadi. (2) Kadang-kadang sumber ba¬caan mengemukakan pendapat atau ide serta kesimpulan yang sama. Dari beberapa sumber bacaan yang sama ini dipilih salah satu saja sebagai sum¬ber referensi dalam daftar pustaka.
Yang perlu diperhatikan dalam menyusun daftar pustaka ialah bahwa semua referensi dari sumber bacaan yang telah dimuat ke dalam catatan kaki harus dimasukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini berarti bahwa da lam menyeleksi kutipan atau catatan kaki harusla.h yang betul-betul rele¬van dengan masala.h yang akan dibahas. Dengan demikian daftar pustaka yang disusun adala.h daftar pustaka pilihan karena kutipan atau catatan kakinya merupakan hasil pilihan juga.
3.2.4 Cara Menyusun Daftar Pustaka
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pustaka:
a. Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
b. Nama penulis diurut menurut abjad.
c. Gelar penulis tidak dicantumkan walaupun dalam buku yang dikutip penulis mencantumkan gelar.
d. Daftar pustaka diletakkan pada bagian terakhir tulisan
e. Masing-masing sumber bacaan diketik dengan jarak baris satu spasi.
f. Jarak masing-masing sumber bacaan dua spasi.
g. Baris pertama diketik dari garis tepi (margin) tanpa indensi dan untuk baris-baris berikutnya digunakan indensi empat ketukan.
Di samping hal-hal tersebut perhatikan pula:
1) Nama Penulis
Untuk penulis-penulis asing nama keluarga diletakkan paling de-pan. Hal ini menentukan urutan huruf dalam daftar pustaka. Untuk penulis Indonesia yang menentukan urutan alfabetisnya ialah huruf pertama nama sendiri.
Jika penulis terdiri dari dua atau tiga orang, semua nama dican-tumkan. Jika penulis lebih dari tiga orang ditulis singkatan et. al. (dan kawan-kawan).
Jika dalam sumber bacaan terdapat beberapa tulisan yang ditulis oleh penulis yang sama maka sumber bacaan itu disusun berurutan. Nama penulis hanya ditulis pada karya urutan pertama. Karya urutan kedua dan seterusnya tidak dituliskan nama, tetapi diganti dengan garis sepanjang tujuh ketukan. Nama penulis maupun garis, diakhiri dengan titik.
Pada dasarnya cara menyingkat nama penulis pada daftar pustaka tidak berbeda dengan cara menyingkat pada catatan kaki. Akan tetapi bila penulisannya lebih dari satu orang, maka untuk penulis pertama cara menyingkatnya agak berbeda yaitu: nama keluarga ditulis terlebih dahulu dengan lengkap, diberi tanda koma, kemudian nama sendiri di¬singkat atau tidak disingkat dan akhirnya (jika ada) disingkat.
2) Judul Tulisan/Artikel
Cara menuliskan judul tulisan pada catatan kaki sama dengan cara menuliskan pada daftar pustaka. Judul tulisan ketik dengan huruf ka¬pital untuk setiap awal kata kecuali kata tugas. Judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip dan diakhiri dengan tanda koma. Judul tulisan diketik dengan jarak dua ketukan dari tanda titik di belakang nama penulis.
3) Nama Buku/Majalah
Dalam daftar pustaka nama buku atau nama majalah diketik de¬ngan cara yang sama dengan judul tulisan yaitu dengan huruf kapital untuk setiap awal kata dan diberi garis bawah. Nama buku diakhiri dengan tanda titik, tetapi untuk nama majalah diakhiri dengan tanda koma.
4) Data Publikasi
Data publikasi dimulai dengan tempat penerbitan dan diakhiri de¬ngan titik dua, kemudian dengan jarak satu sela ketukan dilanjutkan dengan nama badan penerbit, ditutup dengan koma, sela satu ketukan kemudian diikuti tahun penerbitan yang ditulis dengan angka Arab dan diakhiri dengan titik. Jarak data publikasi dengan judul dua sela ketukan.
Agar lebih jelas marilah kita perhatikan penjelasan yang disertai contoh-contoh berikut ini.
a) Buku
(1) Contoh penulis buku 1 orang:
Robins, Adriane. 1980. The Writer's Practical Rhetoric. New York: John Wiley & Sons.
(2) Contoh penulisan buku lebih dari 1 orang.
Alexander, F., and RM. French. 1946. Psychoanalytic Therapy, New York: Ronald Press Co.
(3) Contoh penulisan buku terdiri dari 3 orang.
Charnes, A.W., W.W. Cooper, and A. Henderson. 1953. An Introduction to Linear Programming. New York: John Wiley & Sons, Inc.
(4) Contoh penulis buku lebih dari 3 orang.
Johnston, C.H., et al. 1914. The Modern High School. New York: Charles Scribner & Sons,
(5) Contoh dua buku yang ditulis oleh seorang penulis.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic Course. New York: Harper Collin Cellege, Publisher.
_______, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional Book.
b) Majalah, Buletin
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin cara menyusun daftar pustakanya seperti berikut:
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin cara menyusun daftar pustakanya
(1} nama penulis/pengarang
(2) judul artikel di antara tanda kutip ("........ ") (3) nama majalah, digarisbawahi
(4) nomor majalah jika ada
(5) tanggal dan tahun penerbitan
Contoh:
Parera, J.D. "Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Dilihat Dari Se¬gi Sosiopolitikolinguistik" Analisis Kebudayaan Depdikbud tahun IV-No. 3. 1983/1984.
c) Surat Kabar
Tulisan seperti editorial, pojok, dan berita, nomor halaman yang dicantumkan dalam catatan kaki tidak dicantumkan pada daftar pustaka.
Contoh:
Komputek, edisi 187, Minggu ke-III Oktober 2000: 05). Tema: “Kunci sukses berjualan di internet”
d) Karya yang Tidak Diterbitkan
Unsur-unsur pokok dari karya yang tidak diterbitkan untuk daftar pustaka ialah:
(1) nama penulis (2) judul tulisan (3) untuk apa tulisan itu ditujukan (4) lembaga yang menerima tulisan (5) tahun diajukannya karya.
Antara unsur pertama dan kedua diberi sela dua ketukan. Antara unsur kedua dan ketiga juga diberi jarak dua ketukan. Te¬tapi antara unsur-unsur selanjutnya hanya diberi jarak satu ketuk¬kan sela.
Contoh:
Sabarti Akhadiah, 1983. "Pengaruh Materi Pengajaran Bahasa Indonesia, Lokasi Sekolah, dan Jenis Kelamin terhadap Kemampuan Pe¬nalaran Ilmiah Siswa SMP." Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta.
Sakura Hatamarrasjid, 1967. "Perbandingan Fonologi Bahasa Bangka de¬ngan Bahasa Indonesia." Tesis Sarjana, Fakultas Ilmu Pendi¬dikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung.
3.3 Format Penulisan
1) Kertas yang digunakan A4, berat 80 gram.
2) Ketikan
Menggunakan mesin ketik huruf Times New Roman dengan ketikan spasi (rangkap). Batas pengetikan 4 cm dari pinggir kiri, 3 cm dari pinggir kanan, dan 3 cm dari atas dan bawah kertas.
3) Paragraf
Paragraf dimulai pada ketukan kelima dari garis margin.
4) Karbon
Kertas karbon harus hitam.
5) Nomor halaman
Nomor halaman diletakkan di sebelah kanan atas, kecuali nomor ha¬laman bagi bab baru, yang ditempatkan di tengah bawah. Nomor halaman dengan angka Arab dimulai dengan tubuh utama penulisan (Bab 1) sedangkan bagi hal-hal yang bersifat mengantar dipergunakan angka latin dari alfabet dengan huruf kecil (seperti i, iv, v, dan x) yang diletakkan di te¬ngah bagian bawah.
6) Margin
Luas margin pada sebelah kiri dan atas 4 cm dan pada sebelah kanan dan bawah 2-3 cm. Margin sebelah kiri harus agak lebar karena karangan ilmiah ini harus dijilid.
7) Halaman Baru
Halaman baru dipergunakan untuk kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka, dan lamp iran-lampiran. Kepala bagian-bagian yang disebutkan tadi diketik seluruhnya dengan huruf besar tanpa titik penutup.
8) Kutipan
Kutipan lebih dari empat baris diketik berspasi satu, letaknya empat ketukan dari garis margin. Tetapi pada umumnya baris pertama biasanya dimulai tujuh ketukan ketik atau lima ketukan ketik dari garis margin seperti memulai paragraf baru. Demikian juga dengan nomor catatan kaki di¬mulai pada jarak yang sama dari garis margin seperti memulai paragraf baru, yakni tujuh ketukan.
9) Catatan Kaki
Mengetik catatan kaki harus pada halaman yang sama dengan kutipan-nya. Pengetikan catatan kaki harus dipisahkan dari teks oleh garis sepan¬jang 14 ketukan dari garis margin, dan berjarak dua spasi dari teks dan dari catatan kaki sendiri.
Contoh Daftar Pustaka berdasarkan Abjad.
Arnold, David. 1996. Pedoman Manajemen Merek (Judul asli: The Handbook of Brand Management). Alih bahasa Marina Katherin. Surabaya: Kentindo Soho.
Baran, Stanly J., & Dennis K. Davis, 2000. Mass Communication Theory, Foundation, Ferment, and Future, (Second Edition) Canada: Wadsworth
Cutlip, Scott & Allen H. Center, 1986. Effektive Public Relations, 6-th Edition. USA: Prentice Hall, Inc.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic Course. New York: Harper Collin Cellege, Publisher.
___________, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional Book.
Gates, Bill, 2000. Business @ The Speed of Thought. Alihbahasa: Alex Tri Kancoro W. Jakarta: Gramedia
Holtz, shel. 1999. Public Relations on the Net. Winning Strategies to inform and influence the Media, the investement community, the government, the public, and more. New York: Amacom.
Khoe Yao Tung, 1996. Pemasaran dan Bisnis di Internet, Strategi Memenangkan Persaingan. Jakarta: Gramedia.
Littlejohn, Stephen W., 1996. Theories of Human Communications, Fifth Edition. New York: Wordsworth Publishing Company.
McQuail, Denis. 1994. Mass Communication Theory, An Intoduction. London: Sage Publications.
Naisbitt, John, 1994. Megatrend 2000, Global Paradoks, Alih bahasa Budijanto. Jakarta: Binarupa Aksara.
Pace, R. Wayne & Don F. Faules, 2000. Komunikasi Organisasi. (Editor: Deddy Mulyana). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rogers, M. Everret, Kincaid, Lawrence, D. 1980. Communication Networks Toward a New Paradigm For Research. New York: The Free Press A. Division of Macmillan Publishing.
Straubhaar, Josheph & Robert LaRose, 2000. Media Now: Communications Media in the Information Age. (Edisi Kedua). USA: Wadsworth
Soehartono, Irawan, 1998. Metode Penelitian Sosial. Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wilcox, Denis L., et all. 1992. Public Relations : Strategies and Tactics. (Third Edition). New York: HarperCollins Publisher Inc.
Majalah & Koran:
Komputek, Edisi 171, Minggu ke-IV Juni 2000 (halaman 04), Tema: “Internet Gusur Media Cetak?”
Komputek, Edisi 183, Minggu ke-III, September 2000, (halaman 05) Tema: “Masyarakat Mulai Update IT”
Internet:
Morris, Merrill & Christine Ogan. 1996, The Internet as Mass Medium. Journal of Communication 46 (1), Winter 0021-9916/96) Copyright 1996 Journal of Communication 46(1). [online] http://www.journalism.indiana.edu/memorris/index.html
Samuel Ebersole, 1 September 2000. Uses and Gratifications of the Web among Students. Mass Communications and Center for New Media. University of Southern Colorado. JCMC 6 (1) September 2000 [online] http://www.ascusc.org/jcmc/vol6/issue1/, e-mail to ebersole@uscolo.edu
Kompas Cyber Media.htm. Jumat, 13 Juli 2001. Internet Masih Kurang Dipercaya [online]. http://www.kompas.com/internet/news/0104/02/689.htm
1. Pendahuluan
Teknik penilisan karya ilmiah perlu mengikuti suatu aturan yang berlaku. Terdapat dua cara yang dapat di¬ikuti, yaitu model Turabian (1973) dan model American Psychological Association [APA] (1988). Model Turabian menggunakan catatan kaki (footnote) untuk menunjukkan referensi, dan menggunakan istilah-istilah ibid, op cit, dan loc cit. Apabila pengetikan masih menggunakan mesin tulis, model Turabian lebih sulit dilaksanakan karena harus selalu menghitung jumlah baris dari bawah yang harus disediakan untuk menulis catatan kaki. Akan tetapi, pro-gram pengolah kata (word processor) tertentu, dapat membantu dan memudahkan tugas pengetikan.
Cara yang lebih praktis, baik menggunakan mesin tulis biasa maupun pengolah kata, adalah model yang ditetapkan oleh APA. Model ini digunakan dalam penulisan artikel untuk jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh lembaga ini. Jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh The National Association of Social Work¬ers (NASW) seperti Social Work dan Social Work Research & Abstracts juga sudah menggunakan cara ini.
Model APA tidak menggunakan catatan kaki seperti dalam model Tura¬bian, tetapi setiap referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun penerbit¬an. Jika kutipan merupakan kutipan langsung, artinya kata demi kata diambil dari sumbernya, ditunjukkan juga nomor halaman sumbernya. Jika nama penulis yang dikutip sudah termasuk dalam uraian, maka untuk menunjuk¬kan referensi cantumkan tahun penerbitan dalam tanda kurung langsung se¬telah nama penulis tersebut. Jika nama penulis tidak termasuk dalam uraian, maka referensi ditunjukkan oleh nama penulis dan tahun dalam tanda kurung yang dibatasi oleh koma. Pada akhir kutipan langsung, dicantumkan nomor halaman dalam tanda kurung. jika nama penulis tidak disebutkan dalam uraian, pada akhir kutipan langsung, referensinya ditunjukkan dengan me¬nyebut nama, tahun terbitan, dan nomor halaman yang semuanya di dalam tanda kurung.
Dengan model APA ini, kunci referensinya adalah pada daftar pustaka. Oleh karena itu, penunjukan referensi dalam uraian dan daftar pustaka harus bersesuaian. Setiap nama yang merupakan referensi dalam uraian harus muncul pada daftar pustaka, kecuali referensi sebagai hasil komunikasi pribadi. Cara penulisan sumber referensi pada daftar pustaka membedakan sumber yang berbeda. Suatu bab dari buku yang diedit dicantumkan secara berbeda dari buku yang ditulis oleh seorang penulis. Demikian juga penulisan sumber suatu artikel dari suatu jurnal terlihat jelas berbeda dengan penulisan sumber yang lain.
2. Tata Tulis
Penulisan ilmiah di samping harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, juga harus dapat menggunakan bahasa itu sebagai sarana komunikasi ilmu. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulis-menulis, harus pula ditunjang oleh penerapan peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan.
Di samping penggunaan bahasa, penulis dituntut untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang berhubungan dengan teknik penulisan ilmiah. Persyaratan itu menyangkut cara mengutip, cara membuat catatan kaki, cara menyingkat catatan kaki, dan cara menyusun sumber bacaan menjadi daftar bacaan.
2.1 Ejaan dan Tanda Baca
Gagasan yang disampaikan secara lisan atau tatap muka lebih mudah atau lebih cepat dipahami daripada secara tertulis. Hal ini disebabkan, dalam baha¬sa lisan faktor gerak-gerik, mimik, intonasi, irama, jeda, serta unsur-unsur nonbahasa lainnya ikut memperlancar. Unsur-unsur nonbahasa tersebut tidak ter¬dapat di dalam bahasa tulis. Ketiadaan itu menyulitkan komunikasi dan mem¬berikan peluang untuk kesalahpahaman. Di sinilah ejaan dan pungtuasi (tanda¬tanda baca) berperan sampai batas-batas tertentu, menggantikan beberapa unsur nonbahasa yang diperlukan untuk memperjelas gagasan atau pesan. Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh ini tidak menggunakan tanda baca dan huruf kapital.
kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma--norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan biasanya dilakukan oleh sebagian terbesar warga masyarakat atau penguasa yang menjadi wakil-wakil masyarakat seharusnya ada suatu keserasian pendapat antara kedua unsur tersebut walaupun tidak mustahil terjadi perbedaan tersebut mungkin timbul karena kedua unsur tadi tidak sepakat mengenai kepentingan-kepentingan pokok yang harus dilindungi.
Dapatkah pembaca memahami tulisan di atas? Mungkin dapat, tetapi agak sulit.
Cobalah baca kembali!
Kejahatan merupakan suatu peristiwa penyelewengan terhadap norma atau perilaku teratur yang menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia. Perilaku yang dikualifikasikan sebagai kejahatan, biasanya dilakukan oleh sebagian besar warga masyarakat atau pe¬nguasa yang menjadi wakil-wakil masyarakat. Seharusnya ada suatu kese¬rasian pendapat antara kedua unsur tersebut, walaupun tidak mustahil ter¬jadi perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut mungkin timbul, karena ke¬dua unsur tadi tidak sepakat mengenai kepentingan-kepentingan pokok yang harus dilindungi.
Kita dapat melihat, tulisan yang sudah diberi pungtuasi dan diperbaiki ejaannya, lebih mudah dan lebih cepat dipahami. Itulah sebabnya, kemam¬puan dalam menerapkan ejaan dan pungtuasi sangat dituntut dalam tulis¬ menulis.
2.2 Pemakaian dan Penulisan Huruf, Penulisan Kata, Tanda Baca, serta Penulisan Unsur Serapan
(lihat lampiran: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah)
3. Teknik Penulisan Ilmiah
Teknik Penulisan ilmiah mempunyai dua aspek yaitu gaya penulisan dalam membuat pernyataan ilmiah, serta teknik notasi dalam menyebutkan sumber dari ilmu pengetahuan yang digunakan dalam penulisan. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang teknik notasi ilmiah. Di samping itu juga akan dijelaskan cara menyusun sumber pustaka de¬ngan mentabulasikan semua sumber bahan yang dibaca, baik yang sudah di¬publikasikan maupun yang belum dipublikasikan.
3.1 Kutipan dan Catatan Kaki
3.1.1 Kutipan
Menyisipkan kutipan-kutipan dalam sebuah tulisan ilmiah bukanlah merupakan suatu keaiban. Tidak jarang pendapat, konsep, dan hasil pene-litian dikutip kembali untuk dibahas, ditelaah, dikritik, dipertentangkan, atau diperkuat. Dengan kutipan sebuah tulisan akan terkait dengan pene-muan-penemuan atau teori-teori yang telah ada. Namun demikian, kita hanya mengutip kalau memang perlu. Janganlah tulisan kita itu penuh dengan kutipan. Di samping itu kita harus bertanggung jawab penuh ter-hadap ketepatan dan ketelitian kutipan, terutama kutipan tidak langsung.
Dalam uraian sebelumnya sudah dipelajari bagaimana mencatat bahan¬-bahan dari buku dalam kartu informasi. Bahan-bahan tersebut mungkin di-cantumkan dalam tulisan sebagai kutipan. Kutipan ini dapat berfungsi se-bagai: a. Landasan teori, b. Sebagai penjelasan, c. Penguat pendapat yang dikemukakan penulis. Kutipan terdiri atas kutipan langsung dan kutipan tidak langsung. Yang masing-masing dibagi lagi atas kutipan panjang dan kutipan pendek
1) Kutipan Langsung
a) Kutipan Langsung Panjang
Kutipan langsung yang lebih dari tiga baris ketikan disebut kutipan langsung panjang. Kutipan semacam ini tidak dijalin dalam teks, tetapi diberi tempat tersendiri. Kutipan langsung panjang diketik dengan jarak baris satu spasi tunggal pada garis tepi baru yang jaraknya empat ketukan huruf dari garis margin. Indensi dari kalimat pertama tujuh ketukan dari garis tepi (margin) atau tiga ketukan dari garis tepi yang baru. Ingat, kutipan langsung panjang tidak diapit dengan tanda kutip.
Contoh:
. . . Banyak batasan yang telah dikemukakan mengenai pengertian definisi. Keraf, misalnya mengemukakan:
Definisi pada prinsipnya adalah suatu proses menempatkan suatu objek yang akan dibatasi ke dalam kelas yang dimasukinya (berarti klasifikasi lagi), dengan menyebutkan ciri-ciri yang membedakan objek tadi dari anggota-anggota kelas lainnya.
b) Kutipan Langsung Pendek
Kutipan langsung dapat digolongkan ke dalam kutipan langsung pendek kala,u tidak melebihi tiga baris ketikan. Kutipan ini cukup di¬jalin ke dalam teks dengan meletakkannya di antara dua tanda petik.
Contoh:
Mengenai kalimat efektif Anton M. Moeliono mengemukakan, "Kalimat yang efektif dapat dikenal karena ciri-cirinya yang ber¬ikut: keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan keringkasan."
Mengutip Sanjak
Untuk kutipan langsung pendek, baris-baris dari sanjak d,ijalin ke dalam teks dan diletakkan di antara dua tanda kutip. Apabila kutipan lebih dari dua baris, tiap-tiap baris dipisahkan dengan garis miring
Contoh:
Putu Arya Tirtawirya dengan tanya yang sahaja menyiratkan juga sikap religius, menyerah kepada-Nya. "Apa yang kau cari hatiku, si anak penakut/Resah jemari menguak Kitab/yang memantulkan Spektra hati yang paling dalam/Memancar dari Dia yang paling Kudus."
Kutipan langsung yang panjang untuk sanjak dengan sendirinya ti¬dak dapat dijalin ke dalam teks. Sanjak dikutip seperti bentuk aslinya dan diletakkan di tengah-tengah, tanpa tanda petik.
2) Kutipan Tidak Langsung
Seorang ilmuwan dituntut untuk mampu menyatakan pendapat orang lain dalam bahasa ilmuwan itu sendiri yang mencerminkan ke¬pribadiannya. Kutipan tidak langsung merupakan pengungkapan kembali maksud penulis dengan kata-katanya sendiri. Jadi, yang dikutip hanyalah pokok-pokok pikiran, atau ringkasan dan kesimpulan dari se¬buah tulisan, kemudian dinyatakan dengan bahasa sendiri. Walaupun yang dikutip dari bahasa asing, tetapi tetap dinyatakan dengan bahasa Indonesia.
a) Kutipan Tidak Langsung Panjang
Kutipan tidak langsung (parafrase) sebaiknya dilakukan sependek mungkin, diperas sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari satu pa¬ragraf. Namun, karena sesuatu hal kutipan tidak langsung dapat melebihi satu paragraf. Kutipan tidak langsung yang lebih dari satu paragraf inilah yang disebut kutipan tidak langsung yang panjang.
Untuk parafrase yang lebih dari satu paragraf ini menimbulkan kesulitan bagaimana mengidentifikasi bahwa paragraf-paragraf itu me¬rupakan kutipan, karena gaya penulisannya sama dengan gaya.penulis. Untuk mengatasi kesulitan ini, yaitu dengan menyebutkan nama penu¬lis yang dikutip pada permulaan parafrase dan memberikan angka ca¬tatan kaki pada akhir kalimat parafrase.
Contoh:
Bagaimana ujud penalaran ilmiah itu di dalam pelaksanaannya? Berikut ini dikemukakan penjelasan Shurter dan Pierce.
Penalaran induktif merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip/sikap yang berlaku umum atau suatu kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan atas fakta-fakta khusus. Penalaran induk tif mungkin merupakan generalisasi, analogi atau hubungan kausal. Ge¬neralisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejum¬lah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan menge¬nai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Di dalam analogi, infe¬rensi tentang kebenaran suatu gejala khusus ditarik berdasarkan kebe¬naran gejala khusus yang bersamaan. Hubungan kausal adalah hubungan ketergantungan antara gejalagejala yang mengikuti pola sebab-akibat.
Penalaran deduktif adalah penalaran untuk menarik kesimpulan yang bersifat individual/khusus dari suatu prinsip atau sikap yang ber¬laku umum. Penalaran itu mencakup bentuk silogisme, yaitu bentuk penalaran deduktif formal untuk menarik kesimpulan dari premis ma¬yor dan premis minor. Kesimpulan di dalam silogisme selalu harus le¬bih khusus dari premis-premisnya. Bentuk penalaran deduktif lainnva ialah entimem, yaitu bentuk silogisme yang dihilangkan salah satu pre¬misnya. Di dalam kehidupan sehari-hari bentuk inilah vang lebih ba¬nyak dipergunakan.
b) Kutipan Tidak Langsung Pendek
Parafrase yang terdiri dari satu paragraf disebut pendek. Sebaiknya parafrase pendek ini disediakan tempat tersendiri, tidak dibaur dengar teks. Akan lebih balk lagi parafrase itu diambil dari satu sumber. Akan tetapi jika ide, pendapat, atau kesimpulan yang dikutip itu berasal dari bermacam-macam sumber dan sangat mirip satu sama lain, lebih balk diparafrasekan dalam satu paragraf dengan menvebutkan semua sum¬bernya dalam satu paragraf.
Contoh:
Muass(1975) mengadakan penelitian untuk menjawab masalah apakah perkembangan pemikiran operasional formal tidak dapat dipercepat melalui pengajaran seperti yang mula-mula dikemukakan Piaget. Dari penelitiannya Ia menyimpulkan bahwa pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang terarah mempengaruhi struk¬tur pemikiran anak.
Di Indonesia perielitian perkembangan kognitif dengan menggunakan perangkat tugas dari teori Piaget dan perangkat tugas dari Bruner, pernah dilakukan oleh tim penelitian dari Universitas Kris-ten Satya Wacana dengan menggunakan 144 orang sampel dari Sa-latiga.
3) Mengutip dari Kutipan
Mengutip dari kutipan harus dihindari. Tetapi dalam keadaan ter¬paksa, misalnya sulitnva menemukan sumber aslinya, mengutip dari kutipan bukanlah merupakan suatu pelanggaran. Apabila seorang penulis terpaksa mengutip dari kutipan, Ia harus bertanggung jawab terhadap ketidaktepatan dan ketidaktelitian kutip¬an yang dikutip. Selain itu pengutip wajib mencantumkan dalam catatan kaki bahwa Ia mengutip sumber itu dari sumber lain. Kedua sumber itu dituliskan dalam catatan kaki dengan dibubuhi keterangan "dikutip dari".
3.1.2 Catatan Kaki
Pernvataan ilmiah yang kita pergunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus dapat mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita harus pula da¬pat mengidentifikasikan media komunikasi ilmiah tempat pernyataan itu dimuat atau disampaikan, misalnya buku, makalah, seminar, lokakarya, majalah, dan sebagainya. Ketiga, harus pula dapat kita identifi¬kasikan lembaga yang menerbitkan publikasi ilmiah tersebut serta tem¬pat dan itu tidak diterbitkan, tetapi disampaikan dalam bentuk maka¬lah dalam seminar atau loka karya, maka harus disebutkan tempat, waktu, dan lembaga yang melakukan kegiatan tersebut.
Cara kita mencantumkan ketiga hal tersebut dalam tulisan ilmiah kita, disebut teknik notasi ilmiah. Sebetulnya terdapat bermacam-¬macam teknik notasi ilmiah yang pada dasarnya mencerminkan hakikat dan unsur yang sama, meskipun dinyatakan dalam format dan simbol yang berbeda. Seorang ilmuwan dapat memilih notasi ilmiah yang telah diakui, asalkan dipergunakan secara konsisten. Jangan men-campuradukkan beberapa teknik notasi ilmiah sekaligus, karena hal ini akan membingungkan pembaca. Demikian pula halnya dengan daf¬tar pustaka.
Di bawah ini dapat dipelajari teknik notasi ilmiah yang mempergunakan catatan kaki (footnote). Fungsi catatan kaki ini ialah menun¬jukkan sumber informasi bagi pernyataan ilmiah yang terdapat dalam tulisan kita. Fungsi lain dari catatan kaki ini sebagai tempat bagi catat¬an-catatan kecil yang kalau disatukan dengan uraian akan mengganggu kelancaran penulisan. Jadi, catatan kaki juga berfungsi untuk memberi keterangan tambahan. Tetapi kalau keterangan tambahan ini panjang sekali, sebaiknya dipindahkan ke belakang (lampiran).
Seperti yang sudah dijelaskan dalam uraian sebelumnya, semua kutipan, langsung maupun tidak langsung, harus dijelaskan dari mana sumbernya. Untuk makalah biasanya langsung dicantumkan sumbernya di belakang kutipan dan dituliskan dalam tanda kurung, penga¬rang, tahun, halaman. Sumber yang lengkap tercantum dalam daftar pustaka.
Contoh:
... Sahono Soebroto mengatakan bahwa tugas administrasi negara mencakup semua aspek kehidupan nasional bangsa. (Sahono Soebroto, 1982: 7).
Untuk skripsi, disertasi, atau proyek paper dan buku, sumber di-nyatakan dalam bentuk catatan kaki (footnote).
1) Fungsi
Catatan kaki dicantumkan sebagai pemenuhan kode etik yang berlaku, sebagai penghargaan terhadap karya orang lain.
2) Pemakaian
Catatan kaki dipergunakan sebagai:
a) pendukung keabsahan penemuan atau pernyataan penulis yang tercantum di dalam teks atau sebagai petunjuk sumber;
b) tempat memperluas pembahasan yang diperlukan tetapi tidak relevan jika dimasukkan dalam teks, penjelasan ini dapat berupa kutipan pula.
c) referensi silang, yaitru petunjuk yang menyatakan pada bagian mana/halaman berapa, hal yang sama dibahas dalam tulisan;
d) tempat menyatakan penghargaan atas karya atau data yang diterima dari orang lain.
3) Penomoran
Penomoran catatan kaki dilakukan dengan menggunakan ang-ka Arab (l, 2, dan seterusnya) di belakang bagian yang diberi ca-tatan kaki, agak ke atas sedikit tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu dapat berurut untuk setiap halaman, setiap bab, atau seluruh tulisan. Namun sebaiknya untuk lebih efektif berurut untuk seluruh tulisan.
4) Penempatan
Catatan kaki dapat ditempatkan langsung di belakang bagian yang diberi keterangan (catatan kaki langsung) dan diteruskan de¬ngan teks,
Contoh:
Peranan dan tugas kaum pria berbeda dengan peranan tugas kaum wanita. Sehubungan dengan hal itu, Margaret Mead (1935) berdasarkan penelitiannya di beberapa masyarakat di Papua Nugini, menyatakan bahwa perbedaan itu tidak semata¬mata berdasarkan perbedaan jenis kelamin saja, melainkan ber¬hubungan erat dengan kondisi sosial budaya lingkungannya.
Antara catatan kaki dengan teks dipisahkan dengan garis se-panjang baris. Cara yang lebih banyak dilakukan ialah dengan meletakkannya pada bagian bawah (kaki) halaman atau pada akhir setiap bab.
5) Unsur-Unsur Catatan Kaki
a) Untuk Buku
(1) Nama pengarang (editor, penerjemah), ditulis dalam urutan diikuti koma (,).
(2) Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-kata tugas) dan digarisbawahi.
(3) Nama atau nomor seri, kalau ada.
(4) Data publikasi:
(a) Jumlah jilid, kalau ada
(b) Nomor cetakan, kalau ada
(c) Kota penerbit, diikuti titik dua (:)
(d) Nama penerbit, diikuti koma (,)
(e) Tahun penerbitan c, d, e diletakkan diantara tanda ku¬rung ( ... )
(5) Nomor jilid kalau perlu
(6) Nomor halaman, diikuti titik (.)
b) Untuk Artikel dalam Majalah Berkala
(1) Nama pengarang
(2) Judul artikel, di antara tanda kutip(")
(3) Nama majalah, digarisbawahi.
(4) Nomor majalah jika ada.
(5) Tanggal penerbitan.
(6) Nomor halaman.
6) Catatan Kaki Singkat
a) Ibid. (Singkatan dari Ibidum, artinya sama dengan di atas), untuk catatan kaki yang sumbernya sama dengan catatan kaki yang tepat di atasnya. Ditulis dengan huruf besar, digarisba¬wahi, diikuti titik ( . ) dan koma ( , ) lalu nomor halaman.
b) op. cit. (Singkatan dari opere citati, artinya dalam karya yang telah dikutip), dipergunakan untuk catatan kaki dari sumber yang pernah dikutip, tetapi telah disisipi catatan kaki lain dari sumber lain. Urutannya: nama pengarang, op. cit, nomor hala¬man.
c) loc, cit. (Singkatan dari loco citati, artinya tempat yang telah dikutip), seperti di atas tetapi dari halaman yang sama: nama pengarang loc. cit. (tanpa nomor halaman). ,
7) Contoh-contoh
a) Dari Buku
2John Dewey, How We Think (Chicago: Henry Regnery Com¬pany, 1974), p. 75.
3BP3K, Strategi Pengembangan Kekuatan Penalaran (Jakarta Departemen P dan K, 1979), p. 81-95.
4Ibid., p. 15.
5John Dewey, op. cit., p. 18.
6John Dewey, loc.cit.
b) Dari Majalah
7Linus Simanjuntak, "Andaikan Kolam itu Bumi Kita", Suara Alam No. 9 (1980), pp. 17-18.
c) Dari Surat Kabar
8Tajuk Rencana daiam Kompas (Jakarta), 7 Mei 1981.
9 Artikel dalam Sinar Harapan (Jakarta), 29 April 1981.
d) Dari Ensiklopedia
10John E. Bardach, "Fish”, "Encyclopedia Americana (New York: Americana Corporation, 1973), 11, pp. 289-309.
e) Dari Internet
11 Kompas Cyber Media.htm, Jum’at 11 Agustus 2000, 13:32 wib Tips Memilih Nama Domain http://www.kompas.com/kcm/news/0008/11/0038.htm
f) Dari Sumber Yang Belum Dipublikasikan Seperti Tesis, Skrip¬si, Disertasi
12Sabarti Akhadiah, "Pengaruh Materi Pengajaran Bahasa Indonesia, Lokasi Sekolah, dan Jenis Kelamin Terhadap Ke¬mampuan Penalaran Ilmiah Siswa SMP" (Disertasi yang tidak diterbitkan, Fakultas Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta, 1983, p.36.)
Perlu diketahui bahwa banyak cara yang telah diterapkan sehubungan de-ngan pemakaian dan penulisan kutipan, catatan kaki, dan daftar kepustakaan. Setiap perguruan tinggi menetapkan aturan tertentu mengenai teknik penulisan ini. Meskipun aturan itu mungkin berbeda-beda, namun semua bersepakat untuk menghargai penemuan atau karya orang lain.
3.2 Daftar Pustaka
3.2.1 Tujuan Daftar Pustaka
Daftar pustaka bermaksud mentabulasi atau mendaftarlcan semua sumber bacaan baik yang sudah dipublikasikan seperti buku, majalah, surat kabar, maupun yang belum dipublikasikan seperti paper, skripsi, tesis, dan disertasi. Melalui daftar pustaka ini pembaca dapat mengetahui sumber-sumber apa saja yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah itu tanpa membaca seluruh tulisan terlebih dahulu. Berdasarkan daftar pustaka itu pembaca yang berpengalaman akan dapat mengira mutu pembahasan tulisan tersebut, karena tujuan utama dari daftar pustaka adalah untuk mengidentifikasikan karya ilmiah itu sendiri.
3.2.2 Mengklasifikasi Daftar Pustaka
Suatu karya ilmiah atau skripsi, atau tesis merupakan hasil karya yang mengarah pada satu bidang terteritu. Dengan demikian sumber bahan yang dipakai adalah yang ada hubungan dengan bidang yang dikupas. Sumber semacam ini disebut sumber primer. Dalam karya ilmiah yang menjurus pada satu bidang ini, hampir tidak ada sumber sekundernya. Jadi daftar pustaka secara keseluruhan merupakan sumber primer. Penggolong¬an terhadap daftar kepustakaan seperti ini disebut penggolongan berdasar¬kan bidang, yaitu bidang masalah yang ditelaah.
Selain pembagian/klasifikasi berdasarkan bidang, daftar pustaka dapat diklasifikasikan menurut jenis sumber ini didasarkan pada kelompok: bu¬ku, majalah, surat kabar, jurnal, skripsi, tesis, disertasi. Tetapi pengelom pokan menurut jenis sumber ini akan diperlukan bila daftar pustaka me¬muat lebih dari dua puluh sumber referensi. Daftar pustaka yang kurang dari dua puluh sumber referensi termasuk daftar pustaka yang pendek. Untuk daftar pustaka yang pendek penggolongan sumber referensi menu¬rut jenisnya tidak diperlukan,
3.2.3 Penyeleksian Sumber Referensi
Untuk mempersiapkan bahan dari satu topik tulisan ilmiah biasanya banyak sekali sumber bacaan yang kita baca, terutama yang berhubungan dengan masalah yang kita bahas. Dari semua buku yang kita baca tadi ti dak harus semuanya kita masukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini dise¬babkan karena: (1) Sumber-sumber bacaan ini belum tentu semuanya ter¬masuk sumber bacaan yang baik. Sumber bacaan yang kurang baik tidak akan membantu mutu tulisan ilmiah tadi. (2) Kadang-kadang sumber ba¬caan mengemukakan pendapat atau ide serta kesimpulan yang sama. Dari beberapa sumber bacaan yang sama ini dipilih salah satu saja sebagai sum¬ber referensi dalam daftar pustaka.
Yang perlu diperhatikan dalam menyusun daftar pustaka ialah bahwa semua referensi dari sumber bacaan yang telah dimuat ke dalam catatan kaki harus dimasukkan ke dalam daftar pustaka. Hal ini berarti bahwa da lam menyeleksi kutipan atau catatan kaki harusla.h yang betul-betul rele¬van dengan masala.h yang akan dibahas. Dengan demikian daftar pustaka yang disusun adala.h daftar pustaka pilihan karena kutipan atau catatan kakinya merupakan hasil pilihan juga.
3.2.4 Cara Menyusun Daftar Pustaka
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun pustaka:
a. Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
b. Nama penulis diurut menurut abjad.
c. Gelar penulis tidak dicantumkan walaupun dalam buku yang dikutip penulis mencantumkan gelar.
d. Daftar pustaka diletakkan pada bagian terakhir tulisan
e. Masing-masing sumber bacaan diketik dengan jarak baris satu spasi.
f. Jarak masing-masing sumber bacaan dua spasi.
g. Baris pertama diketik dari garis tepi (margin) tanpa indensi dan untuk baris-baris berikutnya digunakan indensi empat ketukan.
Di samping hal-hal tersebut perhatikan pula:
1) Nama Penulis
Untuk penulis-penulis asing nama keluarga diletakkan paling de-pan. Hal ini menentukan urutan huruf dalam daftar pustaka. Untuk penulis Indonesia yang menentukan urutan alfabetisnya ialah huruf pertama nama sendiri.
Jika penulis terdiri dari dua atau tiga orang, semua nama dican-tumkan. Jika penulis lebih dari tiga orang ditulis singkatan et. al. (dan kawan-kawan).
Jika dalam sumber bacaan terdapat beberapa tulisan yang ditulis oleh penulis yang sama maka sumber bacaan itu disusun berurutan. Nama penulis hanya ditulis pada karya urutan pertama. Karya urutan kedua dan seterusnya tidak dituliskan nama, tetapi diganti dengan garis sepanjang tujuh ketukan. Nama penulis maupun garis, diakhiri dengan titik.
Pada dasarnya cara menyingkat nama penulis pada daftar pustaka tidak berbeda dengan cara menyingkat pada catatan kaki. Akan tetapi bila penulisannya lebih dari satu orang, maka untuk penulis pertama cara menyingkatnya agak berbeda yaitu: nama keluarga ditulis terlebih dahulu dengan lengkap, diberi tanda koma, kemudian nama sendiri di¬singkat atau tidak disingkat dan akhirnya (jika ada) disingkat.
2) Judul Tulisan/Artikel
Cara menuliskan judul tulisan pada catatan kaki sama dengan cara menuliskan pada daftar pustaka. Judul tulisan ketik dengan huruf ka¬pital untuk setiap awal kata kecuali kata tugas. Judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip dan diakhiri dengan tanda koma. Judul tulisan diketik dengan jarak dua ketukan dari tanda titik di belakang nama penulis.
3) Nama Buku/Majalah
Dalam daftar pustaka nama buku atau nama majalah diketik de¬ngan cara yang sama dengan judul tulisan yaitu dengan huruf kapital untuk setiap awal kata dan diberi garis bawah. Nama buku diakhiri dengan tanda titik, tetapi untuk nama majalah diakhiri dengan tanda koma.
4) Data Publikasi
Data publikasi dimulai dengan tempat penerbitan dan diakhiri de¬ngan titik dua, kemudian dengan jarak satu sela ketukan dilanjutkan dengan nama badan penerbit, ditutup dengan koma, sela satu ketukan kemudian diikuti tahun penerbitan yang ditulis dengan angka Arab dan diakhiri dengan titik. Jarak data publikasi dengan judul dua sela ketukan.
Agar lebih jelas marilah kita perhatikan penjelasan yang disertai contoh-contoh berikut ini.
a) Buku
(1) Contoh penulis buku 1 orang:
Robins, Adriane. 1980. The Writer's Practical Rhetoric. New York: John Wiley & Sons.
(2) Contoh penulisan buku lebih dari 1 orang.
Alexander, F., and RM. French. 1946. Psychoanalytic Therapy, New York: Ronald Press Co.
(3) Contoh penulisan buku terdiri dari 3 orang.
Charnes, A.W., W.W. Cooper, and A. Henderson. 1953. An Introduction to Linear Programming. New York: John Wiley & Sons, Inc.
(4) Contoh penulis buku lebih dari 3 orang.
Johnston, C.H., et al. 1914. The Modern High School. New York: Charles Scribner & Sons,
(5) Contoh dua buku yang ditulis oleh seorang penulis.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic Course. New York: Harper Collin Cellege, Publisher.
_______, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional Book.
b) Majalah, Buletin
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin cara menyusun daftar pustakanya seperti berikut:
Untuk artikel yang dimuat dalam majalah atau pun buletin cara menyusun daftar pustakanya
(1} nama penulis/pengarang
(2) judul artikel di antara tanda kutip ("........ ") (3) nama majalah, digarisbawahi
(4) nomor majalah jika ada
(5) tanggal dan tahun penerbitan
Contoh:
Parera, J.D. "Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Dilihat Dari Se¬gi Sosiopolitikolinguistik" Analisis Kebudayaan Depdikbud tahun IV-No. 3. 1983/1984.
c) Surat Kabar
Tulisan seperti editorial, pojok, dan berita, nomor halaman yang dicantumkan dalam catatan kaki tidak dicantumkan pada daftar pustaka.
Contoh:
Komputek, edisi 187, Minggu ke-III Oktober 2000: 05). Tema: “Kunci sukses berjualan di internet”
d) Karya yang Tidak Diterbitkan
Unsur-unsur pokok dari karya yang tidak diterbitkan untuk daftar pustaka ialah:
(1) nama penulis (2) judul tulisan (3) untuk apa tulisan itu ditujukan (4) lembaga yang menerima tulisan (5) tahun diajukannya karya.
Antara unsur pertama dan kedua diberi sela dua ketukan. Antara unsur kedua dan ketiga juga diberi jarak dua ketukan. Te¬tapi antara unsur-unsur selanjutnya hanya diberi jarak satu ketuk¬kan sela.
Contoh:
Sabarti Akhadiah, 1983. "Pengaruh Materi Pengajaran Bahasa Indonesia, Lokasi Sekolah, dan Jenis Kelamin terhadap Kemampuan Pe¬nalaran Ilmiah Siswa SMP." Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta.
Sakura Hatamarrasjid, 1967. "Perbandingan Fonologi Bahasa Bangka de¬ngan Bahasa Indonesia." Tesis Sarjana, Fakultas Ilmu Pendi¬dikan, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung.
3.3 Format Penulisan
1) Kertas yang digunakan A4, berat 80 gram.
2) Ketikan
Menggunakan mesin ketik huruf Times New Roman dengan ketikan spasi (rangkap). Batas pengetikan 4 cm dari pinggir kiri, 3 cm dari pinggir kanan, dan 3 cm dari atas dan bawah kertas.
3) Paragraf
Paragraf dimulai pada ketukan kelima dari garis margin.
4) Karbon
Kertas karbon harus hitam.
5) Nomor halaman
Nomor halaman diletakkan di sebelah kanan atas, kecuali nomor ha¬laman bagi bab baru, yang ditempatkan di tengah bawah. Nomor halaman dengan angka Arab dimulai dengan tubuh utama penulisan (Bab 1) sedangkan bagi hal-hal yang bersifat mengantar dipergunakan angka latin dari alfabet dengan huruf kecil (seperti i, iv, v, dan x) yang diletakkan di te¬ngah bagian bawah.
6) Margin
Luas margin pada sebelah kiri dan atas 4 cm dan pada sebelah kanan dan bawah 2-3 cm. Margin sebelah kiri harus agak lebar karena karangan ilmiah ini harus dijilid.
7) Halaman Baru
Halaman baru dipergunakan untuk kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka, dan lamp iran-lampiran. Kepala bagian-bagian yang disebutkan tadi diketik seluruhnya dengan huruf besar tanpa titik penutup.
8) Kutipan
Kutipan lebih dari empat baris diketik berspasi satu, letaknya empat ketukan dari garis margin. Tetapi pada umumnya baris pertama biasanya dimulai tujuh ketukan ketik atau lima ketukan ketik dari garis margin seperti memulai paragraf baru. Demikian juga dengan nomor catatan kaki di¬mulai pada jarak yang sama dari garis margin seperti memulai paragraf baru, yakni tujuh ketukan.
9) Catatan Kaki
Mengetik catatan kaki harus pada halaman yang sama dengan kutipan-nya. Pengetikan catatan kaki harus dipisahkan dari teks oleh garis sepan¬jang 14 ketukan dari garis margin, dan berjarak dua spasi dari teks dan dari catatan kaki sendiri.
Contoh Daftar Pustaka berdasarkan Abjad.
Arnold, David. 1996. Pedoman Manajemen Merek (Judul asli: The Handbook of Brand Management). Alih bahasa Marina Katherin. Surabaya: Kentindo Soho.
Baran, Stanly J., & Dennis K. Davis, 2000. Mass Communication Theory, Foundation, Ferment, and Future, (Second Edition) Canada: Wadsworth
Cutlip, Scott & Allen H. Center, 1986. Effektive Public Relations, 6-th Edition. USA: Prentice Hall, Inc.
De Vito, A, Joseph, 1994. Human Communication, The Basic Course. New York: Harper Collin Cellege, Publisher.
___________, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah Dasar, Edisi kelima, diterjemahkan oleh Maulana Agus. Jakarta: Profesional Book.
Gates, Bill, 2000. Business @ The Speed of Thought. Alihbahasa: Alex Tri Kancoro W. Jakarta: Gramedia
Holtz, shel. 1999. Public Relations on the Net. Winning Strategies to inform and influence the Media, the investement community, the government, the public, and more. New York: Amacom.
Khoe Yao Tung, 1996. Pemasaran dan Bisnis di Internet, Strategi Memenangkan Persaingan. Jakarta: Gramedia.
Littlejohn, Stephen W., 1996. Theories of Human Communications, Fifth Edition. New York: Wordsworth Publishing Company.
McQuail, Denis. 1994. Mass Communication Theory, An Intoduction. London: Sage Publications.
Naisbitt, John, 1994. Megatrend 2000, Global Paradoks, Alih bahasa Budijanto. Jakarta: Binarupa Aksara.
Pace, R. Wayne & Don F. Faules, 2000. Komunikasi Organisasi. (Editor: Deddy Mulyana). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rogers, M. Everret, Kincaid, Lawrence, D. 1980. Communication Networks Toward a New Paradigm For Research. New York: The Free Press A. Division of Macmillan Publishing.
Straubhaar, Josheph & Robert LaRose, 2000. Media Now: Communications Media in the Information Age. (Edisi Kedua). USA: Wadsworth
Soehartono, Irawan, 1998. Metode Penelitian Sosial. Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Wilcox, Denis L., et all. 1992. Public Relations : Strategies and Tactics. (Third Edition). New York: HarperCollins Publisher Inc.
Majalah & Koran:
Komputek, Edisi 171, Minggu ke-IV Juni 2000 (halaman 04), Tema: “Internet Gusur Media Cetak?”
Komputek, Edisi 183, Minggu ke-III, September 2000, (halaman 05) Tema: “Masyarakat Mulai Update IT”
Internet:
Morris, Merrill & Christine Ogan. 1996, The Internet as Mass Medium. Journal of Communication 46 (1), Winter 0021-9916/96) Copyright 1996 Journal of Communication 46(1). [online] http://www.journalism.indiana.edu/memorris/index.html
Samuel Ebersole, 1 September 2000. Uses and Gratifications of the Web among Students. Mass Communications and Center for New Media. University of Southern Colorado. JCMC 6 (1) September 2000 [online] http://www.ascusc.org/jcmc/vol6/issue1/, e-mail to ebersole@uscolo.edu
Kompas Cyber Media.htm. Jumat, 13 Juli 2001. Internet Masih Kurang Dipercaya [online]. http://www.kompas.com/internet/news/0104/02/689.htm
Langganan:
Postingan (Atom)
DASAR-DASAR BERMAIN DRAMA
I. PENDAHULUAN Drama adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media percakapan(dialog), gerak da...

-
Dening: Heru Subrata Macapat (Tembang Cilik) Puisi Jawa Lawas Macapat iku tembang tradhisional ing tanah Jawa. Saben bait macapat nduwèni ...
-
Berkomunikasi secara efektif secara lisan, tertulis dan dengan berbagai alat digital; keterampilan mendengarkan. Komunikasi adalah: • k...
-
Pengertian, Tingkatan, Dan Manfaat Apresiasi Sastra Anak-Anak Istilah apresiasi dan sastra anak-anak tentu bukan merupakan hal yang ba...